Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LP DAN ASKEP KEPERAWATAN ANAK II (RETINOBLASTOMA)

 

BAB I

KONSEP MEDIS

A.    PENGERTIAN

Kanker merupakan suatu istilah untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya (National Cancer Institute, 2009). Kanker merupakan salah satu penyakit mematikan yang utama di seluruh dunia. WHO memperkirakan pada tahun 2005-2015 terdapat 84 juta orang meninggal dunia akibat kanker (Kemenkes RI, 2015). (Kanker and Cinta, 2019)

Retinoblastoma adalah tumor endookular pada anak yang mengenai saraf embirionik. (Suriadi. Skp Msn, 2010)

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan embrional retina. (Naimatuningsih et al., 2019)

Diperkirakan 10.450 kasus baru dan 1.350 kematian akibat kanker terjadi pada anak (usia 0-14 tahun) pada tahun 2014. (Padang, 2016)

B.    ETIOLOGI

Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadic. Namum dapat juga diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90% kasus yang duturunkan adalah bilateral dan unilateral sebanyak 10 %. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur  pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang di turunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak ( melalui saraf penglihatan / nervus optikus). (Suriadi. Skp Msn, 2010)

C.    MANIFESTASI KLINIS

1.     Tumor intraokuler, tergantung ukuran dan posisi

2.     Reflex mata boneka “ cat eye reflex” atau leukokria pupil keputihan

3.     Strabismus

4.     Radang orbital

5.     Hypema

6.     Pandangan hilang unilateral tidak dikeluhkan oleh anak

7.     Sakit kepala

8.     Muntah, enorexia, dan berat badan menurun (Apriyani, 2016)

D.    KLASIFIKASI

Meskipun terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk retinoblastoma namun untuk tujuan terapi retinoblastoma dikategorikan menjadi intraokular dan ekstraokular. Hal ini untuk menghindari mata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas dalam bola mata. Retinoblastoma intraokular tidak akan meluas menuju jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang lain. (Rares et al., 2016)

1.     Retinoblastoma ekstraokular

Harapan hidup 5 tahun <10%. Retinoblastoma ekstraokular dapat meluas keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP) dan tersering mengenai sumsum tulang atau nodi limf. Salah satu sistem klasifikasi yang sering digunakan pada retinoblastoma intraokular ialah Reese-Ellsworth classification; klasifikasi ini tidak kontroversi penatalaksanaan retinoblastoma yang terjadi selama ini.

2.     Retinoblastoma intraocular

Harapan hidup 5 tahun > 90%. Retinoblastoma intraokular terdapat dalam digunakan pada retinoblastoma ekstra- okular. Reese - Ellsworth mengembangkan sistem klasifikasi retinoblastoma intra- okular untuk menandai pemeliharaan penglihatan dan kontrol penyakit lokal ketika terapi external-beam merupakan satu-satunya pilihan terapi. Klasifikasi Reese-Ellsworth tidak menyediakan informasi mengenai harapan hidup pasien atau penglihatannya dan hanya mengklasifikasikan berdasarkan jumlah, ukuran, lokasi tumor, dan ada tidaknya vitreous seeds. Klasifikasi klinik retinoblastoma yang lain ialah Essen classification. (Rares et al., 2016)

E.    PATOFISIOLOGI

Jika letak tumor dimacula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus yang di diagnosis biasanya lebih awal, sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terampil atau keluar karena penyakit intraocural yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan lokal.

Eradikasi tumor dengan enuklasi tergantung pada potensi penglihatannya. Karena sebagian besar tumor unilateral mengenai lebih dari setengah retina pada diagnosis, enulkeasi merupakan anjuran yang paling umum. Untuk lesi yang lebih kecil dengan penglihatan yang mungkin dapat dipertahankan, krioterapi, fotokoagolasi, atau radioterapi telah dikerjakan dengan sukses,. Kemoterapi kmbinasi harus diberikan untuk pasien-pasien dengan penyebaran regional atau penyebaran ekstraokular jauh. Evaluasi oltalmologik pada mata yang baik harus dilakukan dengan interval yang teratur selama beberapa tahun untuk mendeteksi adanya penyakit bilateral dini. (Suriadi. Skp Msn, 2010)

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis pasti retinoblastoma intaokuler dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakkan biopsi merupakan kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang :

1.     Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur.

2.     X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar.

3.     USG : Adanya massa intraokuler

4.     LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila ratsio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intaokuler (Normal ratsio Kurang dari 1)

5.     Ultrasonografi dan tornografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.

 

G.   PENENTUAN STADIUM

Menurut reese-ellsworth, retinoblastoma digolongkan menjadi :

1.     Golongan 1

a.      Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil

b.     Tumor multiple tidak lebih dari 4 dd, dan terdapat pada atau di belakang ekuator.

2.     Glongan II

a.      Tumor solid dengan diameter 4-10 pada atau belakang ekuator.

b.     Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.

3.     Golongan III

a.      Beberapa lesi di depan ekuator

b.     Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter berukuran > 10 diameter pupil.

4.     Golongan IV

a.      Tumor multiple sebagian besar > 10 d.

b.     Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serreta.

 

5.     Golongan V

a.      Tumor asif mengenai lebih dari setengah retina.

b.     Penyebaran ke vitreus. (Suriadi. Skp Msn, 2010)

 

H.   PENATAKLASANAAN MEDIS

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit retino blastoma dapat dilakukan dengan cara terapi.

1.     Beberapa cara terapi adalah :

a)     Kemoterapi: diberikan obat-obatan anti kanker yang dapat mengecilkan ukuran kanker.

b)     Enukleasi mengangkat boila mata dan dioganti dengan bola mata prothese (buatan).

c)     Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif, sehingga terapi ini sangat efelktipo. Bahayanya jaringan sekitarnya dapat rusak akibat penyinaran.

d)     Fotokoagulasi (menggunakan laser untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil).

e)     Krioterapi (menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang kecil).

f)      Termoterapi (merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah untuk mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil).

Cara terapi mana yang dipakai tergantung dari :

1.       Ukuran kanker

2.       Lokasi kanker

3.       Apakah sudah menjalar atau belum

4.       Bagaimana status/keadaan bola mata yang lain

5.       Adanya komplikasi

6.       Riwayat keluarga

7.       Tersedianya fasilitas untuk terapi-terapi diatas

 

2.   Pembedahan

a)     Enukleasi: Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada intraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan memotong saraf optik sepanjang mungkin.

b)     Ekssentrasi Orbita: Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya.

c)     Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa-sisa sel tumor.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

ASUHSN KEPERAWATAN

 

A.    PENGKAJIAN

1.     Identitas pasien

Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.

2.     Riwayat penyakit sekarang

Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.

3.     Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.

4.     Riwayat penyakit keluarga

Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.

5.     Riwayat psikososial dan spiritual

Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

6.     Pola-pola fungsi kesehatan

Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :

a)     Pola persepsi dan tata laksana hidup

Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.

b)     Pola tidur dan istirahat

Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.

c)     Pola aktifitas dan latihan

Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.

d)     Pola hubungan dan peran

Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.

e)     Pola persepsi dan konsep diri

Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.

f)      Pola sensori dan kognitif

Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.

g)     Pola penanggulangan stress

Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien.

7.     Pemeriksaan

a)     Status kesehatan umum

Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.

b)     Pemeriksaan mata

Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu : Pemeriksaan segmen anterior :

1)     Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.

2)     Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.

3)     Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.

4)     Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.

5)     Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.

c)     Pemeriksaan segmen posterior

1)     Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.

2)     Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.

d)     Pemeriksaan diagnostic

1)     Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.

2)     Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.

B.    ANALISIS DATA

Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.


DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN, KH, INTERVENSI KEPERAWATAN

 

No.

SDKI

SLKI

SIKI

1.

Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)

 

Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang. Berlebihan atau terdistrorsi

 

Penyebab : gangguan penglihatan

 

Gejala dan Tanda Minor :

Subjektif : melihat bayangan

Objektif : distorsi sensori

fungsi sensori (L.06048)

 

Definisi : kemampuan untuk mersakan stimulasi suara, rasa, raba, aroma dan gambar visual

 

Setelah dilakukan tindakan selama 3 X 24 jam diharapkan fungsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil :

·       Ketajaman penglihatan dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

Meminimalisasi rangsangan (I.082241)

 

Definisi : mengurangi jumlah atau pola rangsangan yang ada (baik internal maupun eksternal)

 

Tindakan :

·       Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamana

·       Diskusikan  tingkat toleransi tehadap beban sensori

·       Batasi stimulus lingkungan

·       Ajarkan cara meminimalisasi stimulus

·       Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan

·       Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus

2.

Risiko Infeksi (0142)

 

Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisisme patogenik

 

Faktor risiko : efek prosedur invasif

 

Kontrol risiko (L.14128)

 

Definisi : kemampuan untuk mengerti, mencegah, megeliminasi, atau mengurangi ancaman kesehatan yang dapat di modifikasi.

 

Setelah dilakukan tindakan selama 3 X 24 jam diharapkan fungsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil :

·       Kemampuan mencari informasi tentang faktor risiko dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

·       Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko dipertahankan dari skala 1 diturunkan ke skala 5

·       Kemampuan menghindari faktor risiko dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

·       Kemampuan mengenali perubahan status kesehatan dipertahankan dari skala 1 diturunkan ke skala 5

·       Pemantauan perubahan status kesehatan dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

 

Pencegahan infeksi (I.14539)

 

Definisi : mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme patogenik

 

Tindakan :

·       Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

·       Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

·       Jelaskan tanda gejala infeksi

·       Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

·       Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

3.

Gangguan citra tubuh (D.0083)

 

Definisi : perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu

 

Penyebab :

Perubahan struktur/bentuk tubuh

Citra tubuh (L.09067)

 

Definisi : persepsi tentang penampilan , struktur dan fungsi fisik individu

 

Setelah dilakukan tindakan selama 3 X 24 jam diharapkan fungsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil :

·       Melihat bagian tubuh dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

·       Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh dipertahankan dari skala 3 diturunkan ke skala 5

·       Fokus pada bagian tubuh dipertahankan dari skala 1 diturunkan ke skala 5

·       Respon nonverbal pada perubahan tubuh dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

·       Hubungan sosial dipertahankan dari skala 2 diturunkan ke skala 5

 

Promosi citra tubuh (I.09305)

 

Definisi : meningkatkan perbaikan perubahan persepsi terhadap fisik pasien

 

Tindakan :

·       Monitor frekuensi pernataan kritik terhadap diri sendiri

·       Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya

·       Diskusikan cara mengembangkan harapann citra tubh secara realitis

·       Anjurkan mengungkapkan gambara diri terhadap citra tubuh.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, D. (2016) Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keganasan. 1st edn. Edited by N. Falah. Bandung: PT Refika Aditama.

Kanker, R. and Cinta, A. (2019) ‘NurseLine Journal’, 4(1).

Padang, R. M. D. (2016) ‘Angka Ketahanan Hidup 3 Tahun Pasien Kanker Anak di Artikel Penelitian’, 7(Supplement 4), pp. 12–17.

Naimatuningsih, N. et al. (2019) ‘The Correlation between Family Socioeconomic Status and the Delayed Treatment of Retinoblastoma Patients at Dr . Soetomo General Hospital Surabaya’, (2).

Napitupulu, E. and Choridah, L. (2016) ‘RETINOBLASTOMA HERITABLE : LAPORAN KASUS Heritable Retinoblastoma : A Case Report’, 2(September 2016), pp. 39–45.

Rares, L. et al. (2016) ‘Retinoblastoma’, 4.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

 

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

 

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

 


Posting Komentar untuk "LP DAN ASKEP KEPERAWATAN ANAK II (RETINOBLASTOMA)"