MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK THALASEMIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit kronik merupakan kondisi yang
menyebabkan anak menjalani hospitalisasi minimal selama satu bulan dalam satu
tahun, dan umumnya mendapatkan pengobatan rutin dalam jangka waktu yang lama.
Prevalensi penyakit kronik di beberapa negara maju cenderung meningkat. Data
survey nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua anak Indonesia
mempunyai bentuk kondisi yang kronik (Dahnil et al., 2017).
Salah satu penyakit kronik yang banyak
terjadi di Indonesia adalah penyakit thalasemia. Talasemia merupakan penyakit
kronik yang diturunkan secara autosomal resesif dari orang tua kepada anaknya
yang disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai polipeptida yang mempengaruhi
sumsum tulang produksi hemoglobin dengan manifestasi klinis anemia berat (Potts
& Mendleco, 2007). Thalasemia adalah penyakit genetis yang terdeteksi
disaat seseorang masih dalam usia anak-anak. Penyakit genetic ini diakibatkan
oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin (Rosnia et al., 2015).
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang di wariskan dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati (Marnis et al.,2018). Thalasemia sebagai penyakit genetik yang diderita seumur hidup akan membawa banyak masalah bagi penderitanya. Thalasemia merupakan kelainan seumur hidup yang disebabkan oleh kelainan gen autosom resesif, pada gen kromosom ke-16 pada alfa thalasemia dan kromosom ke-11 pada beta thalassemia. Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Rahayuet al., 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia merupakan penyakit genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah kesehatan dunia. kurang lebih 7% dari penduduk dunia mempunyai gen thalasemia. Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia ß; 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10% (Kemenkes, 2018).
B.
Rumusan Masalah
2. Apa etiologi
thalasemia ?
3. Bagaimana
patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana
manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja
Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja
komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja
pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana
Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
9. Bagaimana Pathway pada Thalesmia
C.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang menderita thalassemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu
menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu
melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d. Mampu membuat
intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu
melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
TINJAUAN PUSTAKA
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan
darah yang diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit
hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin
pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi,
sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu
berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah
yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umumnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalassemia akan
mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang dan infeksi berulang (Hidayat, 2017). Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit thalassemia adalah
sekelompok heterogen anemia hipopkromik yang diturunkan dan ditandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein
kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee & Ganong,
2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).
B.
ETIOLOGI
Satu-satunya penyebab thalasemia adalah gen
cacat yang diturunkan oleh orang tua.
Disini yang perlu digaris bawahi adalah penyakit Thalasemia bukanlah penyakit menular, tetapi penyakit keturunan. Cara
diagnosis thalasemia yang efektif biasanya berdasarkan
kepada pola herediter dan pemeriksaan
hemoglobin khusus (Yuni, 2015)
Menurut Sukri (2016) Thalasemia terjadi
akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi Hemoglobin (Hb) secara sempurna. Hemoglobin merupakan protein kaya
zat besi yang berada di dalam sel darah merah (eritrosit) dan berfungsi sangat
penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya. Apabila hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan
energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh pun terganggu dan
akibatnya individu bersangkutan mengalami gangguan pertumbuhan, pucat, dan
lemas.
C.
KLASIFIKASI
Menurut Yuni (2015) Hemoglobin
terbuat dari 2 protein, alpha globin dan beta globin. Thalasemia terjadi saat
terdapat kerusakan pada gen yang membantu pengaturan produksi salah satu
protein tersebut. Tipe thalasemia tergantung dari bagian spesifik hemoglobin
yang terkena dan jumlah gen yang mengalami mutasi yang diturunkan dari orang
tua.
1.
Thalasemia alpha Terdapat 4 gen yang terlibat dalam
pembentukan rantai hemoglobin alpha. Masing-masing orang mendapatkan 2 gen dari
masing-masing orang tuanya. Jika seseorang mewarisi:
a) Satu gen termutasi:
seseorang akan menjadi carrier dan menurunkannya keanaknya. Saat menjadi
carrier, seseorang tidak akan memiliki tanda dan gejala thalasemia.
b)
Dua gen termutasi: kondisi ini disebut juga thalasemia alpha
minor. Tanda dan gejala yang dirasakan ringan.
c)
Tiga gen termutasi: kondisi ini disebut juga penyakit
hemoglobin H. tanda dan gejala yang dirasakan sedang sampai berat.
d)
Empat gen termutasi: kondisi ini disebut juga thalasemia
alpha major atau hydrops fetalis. Penyakit ini biasanya mengakibatkan janin
meninggal sebelum atau sesaat setelah dilahirkan.
2.
Thalasemia beta Terdapat 2 gen yang terlibat dalam
pembentukan rantai hemoglobin beta. Masing-masing orang mendapatkan 1 gen dari
masing-masing orang tuanya. Jika seseorang mewariskan:
a) Satu gen mutasi: Kondisi
ini disebut juga thalasemia beta minor. Tanda dan gejala yang dirasakan ringan.
b)
Dua gen termutasi: kondisi ini disebut juga thalasemia beta major,
atau disebut juga anemia cooley. Tanda dan gejala yang dirasakan sedang sampai
berat. Bayi yang lahir dengan 2 gen hemoglobin beta yang termutasi biasnta
sehat saat lahir dan memunculkan gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Bentuk
yang lebih ringan dari thalasemia beta major disebut juga thalasemia beta
intermedia.
Menurut Mutaqqin (2009) Thalasemia
diklasifikasikan dalam dua kelompok utama utama sesuai rantai globin yang
terlibat.
1.
Thalasemia minor
Kebanyakan klien dengan thalasemia minor tidak mempunyai
gejala, tetapi merupakan pembawa thalasemia mayor. Namun, kehamilan dapat
menyebabkan anemia yang bermakna, sehingga memerlukan terapi tranfusi.
2.
Thalasemia mayor
Thalasemia mayor (anemia cooley) ditandai dengan anemia
berat, hemolisis, dan produksi eritrosit (eritropoesis) yang tidak efektif.
Terapi tranfusi awal dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan selama
masa kanak-kanak. Disfungsi organ sehubungan dengan kelebihan besi dapat terjadi.
Hemoglobin merupakan pigmen yang
mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru
ke semua sel jaringan tubuh (Azhar,
2009).
2. Tahap
Pembentukan Hb
Tahap pembentukan Hb dimulai dalam
eritroblast dan terus berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit.
Dari penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa bagian hem dari hemoglobin
terutama disintesis dari asam asetat dan glisin. Sebagian besar sintesis ini
terjadi didalam mitokondria. Langkah awal sintesis adalah pembentukan senyawa
pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang
kemudian berikatan dengan besi membentuk molekul hem, akhirnya keempat molekul
hem berikatan dengan satu molekul globin. Satu globin yang disintesis dalam
ribosom retikulom endoplasma membentuk Hb ( Azhar, 2009).
Sintesis Hb dimulai dari suksinil koA
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh
enzim asam aminolevolinat (ALA) molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut
yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6) yang dirangsang oleh eritropoetin,
kemudian empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan rantai
polipeptida panjang yang disebut globin yang disintesis di ribosom membentuk
sub unit yang disebut rantai Hb (Azhar, 2009).
Pembentukan Hb dalam sitoplasma
terjadi bersamaan dengan proses pembentukan DNA dalam inti sel. Hb merupakan
unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari globin,
protoporfirin dan besi. Globin dibentuk disekitar ribosom sedangkan
protoporfirin dibentuk disekitar mitokondria, besi didapat dari transferin.
Pada permulaan sel, eritrosit berinti terhadap reseptor transferin. Gangguan
dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya
eritrosit dengan sitoplasma yang kecil dan kurang mengandung Hb. Tidak
berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat fe untuk pembentukan Hb
dapat disebabkan oleh rendahnya
kadar fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar fe dalam darah ( Azhar, 2009)
3. Metabolisme zat besi
Zat besi merupakan unsur yang penting dalam tubuh dan hampir selalu berikatan dengan protein tertetu seperti hemoglobin, mioglobin. Kompartemen zat besi yag terbesar dalam tubuh adalah hemogolbin yang dalam keadaan normal mengandung kira-kira 2 gram zat besi. Hemoglobin mengandung 0,34% berat zat besi, dimana 1 mL eritrosit setara 1 mg zat besi.
Feritin merupakan tempat peyimpana
terbesar zat besi dalam tubuh. Fungsi ferritin adalah sebagai peyimpana zat
besi terutama dalam hati, limpa, da sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan
akan disimpan dan bila diperlukan dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan
tempat peyimpanan ferritin terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam
mobilisasi ferriti serum. Pada penyakit hati akut maupu kronis, kadar ferritin
meningkat, ini disebabkan pengambilan ferritin dalam sel hati terganggu dan
terdapat pelepasan ferittin dari sel hati yang rusak. Pada penyakit keganasan,
sel darah kadar ferritin serum meningkat disebabkan meningkatnya sintesis
ferritin oleh sel leukemia pada keadaan infeksi dan inflamasi, terjadi gangguan
pelepasan zat besi dari sel retikuloedotelial yang mekaismenya belum jelas,
akibatya kadar ferritin intrasel dan serum meningkat. Ferritin disintesis dalam
sel retikuloedotelial dan di sekresikan ke dalam plasma. Sintesis ferritin di
pengaruhi kosentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan
besi intra sel (hemosiderin). Zat besi dalam plasma sebagian diberikan dengan
transferrin, yang berfunsi sebagai transport zat besi. Tranferrin merupakan
suatu glikoprotein, setiap molekul transferrin mengandung 2 atom fe. Zat besi
yang berikatan dengan transferrin akan terukur sebagai kadar besi serum yang
dalam keadaan normal hanya 20-45% transferrin yang jenuh dengan zat besi,
sedangkan kapasitas daya ikut transferrin seluruhnya disebut daya ikat besi
total (total iron binding capacity, TIBC) (Kiswari, 2014).
E. MANIFESTASI
KLINIK
Semua penyakit Thalasemia memiliki gejala
yang mirip, namun tingkat beratnya gejala bervariasi. Mayoritas penderita akan
mengalami anemia
yang ringan. Anemia inilah yang menyebabkan wajah pucat, tubuh lemas, nafsu makan turun, dan imsomnia atau susah tidur
(Yuni, 2015).
Menurut sukri (2016) tanda- tanda gejala
Thalasemia yaitu :
1.
Kelainan tulang
Orang
yang mengidap Thalasemia akan mengalami kelainan tulang. Hal ini disebabkan
oleh pelebaran sumsum tulang yang berakibat tulang turut membesar, atau
tidak pada ukuran semestinya. Sehingga,
struktur tulang menjadi tidak normal.
2.
Pembesaran Limpa
Penyakit
thalasemia sering kali dibarengi dengan kerusakan sel darah. Sel darah yang
rusak dapat menyebabkan infeksi. Oleh
karena itu, dalam tubuh terdapat limpa yang berfungsi untuk menangkal infeksi
dan materi sisa yang tidak dibutuhkan dalam tubuh. Namun, penderita thalassemia
tidak mampu mengurangi sel-sel darah yang rusak tersebut, karena limpa pada
tubuh mereka mengalami pembesaran.
3.
Penyakit Jantung
Pengidap
Thalasemia juga kemungkinan akan terserang penyakit jantung, terutama jika
keadaan penyakitnya semakin parah.
4.
Mudah terkena Infeksi
Pengidap
thalasemia memiliki resiko tinggi akan serangan serangan infeksi.
5.
Kelebihan zat besi
Zat besi
dibutuhkan untuk pembuatan sel darah merah. Namun jika jumlahnya berlebihan
akan menyebabkan kerusakan liver, jantung, dan sistem endokrin, yaitu kelenjar
yang memproduksi hormon serta melepaskannya didalam tubuh.
6.
Pertumbuhan tubuh berkurang
Pengidap thalasemia akan mengidap
anemia akut. Akibatnya, seseorang khususnya anak-anak yang mengidap thalasemia
akan mengalami perlambatan pertumbuhan.
Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) manifestasi
thalasemia yaitu:
1.
Thalasemia minor / thalasemia trait : tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegaly ditemukan pada
sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang pada
sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang
berpasangan harus diperiksa. Karen karier minor pada kedua pasangan dapat
menghasilkan keturunan dengan thalasemia mayor.
Pada
anak yang besar sering dijumpai adanya:
a)
gizi buruk.
b)
perut buncit Karena pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba.
c)
Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limfa dan hati (hepatomegaly),
limfa yang besar ini mudah rupture karena trauma ringan saja.
2.
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu:
a)
Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
b)
Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer , tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4g % .
c)
Lemah, pucat.
d)
Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenoomegali, ilkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair
on end”.
e)
Berat badan kurang.
f)
Tidak dapat hidup tanpa tranfusi.
3.
Thalasemia intermedia
a)
Anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
b)
Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia mayor.
Masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
c)
Anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegaly.
d)
Tidak tergantung pada tranfusi.
Gejala
khas adalah:
1)
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2)
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditranfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi.
F.
KOMPLIKASI
Menurut Abdul,dkk (2014) akibat dari anemia
yang berat dan lama sering gagal jantung pada pasien thalasemia. Transfusi
darah yang berulang
dan proses hemolysis menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi sehingga ditimbul didalam berbagai jaringan
tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jatung dan
lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang
thalassemia disertai tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Susilaningrum ,dkk (2015) adalah
sebagai berikut:
1.
Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dan didapatkan gambaran:
a.
Ansitosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
b.
Hipokrom yaitu sel berkurang
c.
Pikilositosis yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
d.
Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak sel normoblast, kadar Fe
dalam serum tinggi.
2.
Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terrjadi karena sel darah merah yang berumur pendek
(kurang dari 120 hari) sebagai akibat penghancuran sel darah merah didalam
pembuluh darah
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Anamnesis
Menurut Susilaningrum dkk (2013) pengkajian yang dilakukan
pada anak thalasemia adalah sebagai berikut:
1) Identitas Meliputi nama,
umur, nama ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, alamat, suku,
agama, dan pendidikan. Untuk umur pasien thalassemia biasanya
terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat herediter.
2) Keluhan utama Anak
thalassemia biasanya mengeluh pucat, badannya terasa lemas, tidak bisa
beraktivitas dengan normal, tidak nafsu makan, sesak nafas dan badan
kekuningan.
3) Riwayat kesehatan anak
Kecendrungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transportasi.
4) Riwayat kehamilan dan
kelahiran
a) Antenatal (riwayat ibu
saat hamil)
Pada saat masa antenatal diuturunkan secara autosom dari ibu
atau ayah yang menderita thalassemia, sehingga setelah lahir anak beresiko
menderita thalasemia.
b) Natal Saat masa natal
terjadi peningatan Hb F pada anak thalasemia.
c) Prenatal Saat masa
prenatal terjadi penghambatan pembentukan rantai b pada anak thalassemia
5) Riwayat kesehatan masa
lampau Anak cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena infeksi
salura pernafasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat ransport selain itu kesehatan anak di masa lampau
cenderung mengeluh lemas.
6) Riwayat keluarga
Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, Karena
penyakit thalasemia merupakan penyakit keturunan perlu dikaji lebih dalam.
Apabila kedua orangtua menderita, maka anaknya beresiko menderita thalasemia
mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin karena keturunan.
7) Riwayat social
Pada anak thalasemia saat di lingkungan rumah maupun sekolah
tetap melakukan hubungan dengan teman sebaya, akan tetapi ada anak yang
cenderung lebih menarik diri.
8) Pemeriksaan tingkat
penanganan perkembangan
9) Sering didapatkan data
adanya kecendrungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak masih bayi. Terutama
untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak masuk kedalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak
juga mengalami penurunan namun, pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
b. Kebutuhan dasar
1) Pola makan
Terjadi penurunan nafsu makan pada anak thalasemia, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usia sang anak.
2) Pola tidur
Pola tidur anak thalasemia biasanya tidak ada gangguan,
karena mereka banyak yang memilih tidur ataupun beristirahat dari pada
beraktivitas.
3) Pola Aktivitas
Pada anak thalasemia terlihat lelah dan tidak selincah anak
seusiannya. Anak lebih banyak tidur/ istirahat, karena bila aktivitas seperti
seperti anak normal mudah terasa lelah.
4) Pertumbuhan dan
perkembangan
Sering didapatkan data ada kecendrungan gangguan tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor. Namun, pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5) Eliminasi Pada anak
thalasemia bisa terjadi konstipasi maupun diare untuk pola BAB sedangkan pola
BAK, biasanya anak thalasemia normal seperti anak lainnya.
c.
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum anak biasanya
terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusianya.
2) Tanda vital
a) Tekanan darah : hipotensi
(mmHg)
b) Nadi : takikardi (x/menit)
c) Pernafasan : takipneu
(x/menit)
d) Suhu : naik/turum (˚C)
3) Tinggi badan/ berat badan
Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami
penurunan atau tidak sesuai dengan usianya.
4) Kepala dan bentuk muka
Pada anak thalasemia yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid, jarak
mata lebar, srta tulang dahi terlihat lebar.
5) Mata : Pada bagian
konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan
6) Hidung
Pada penderita thalasemia biasanya hidung pesek tanpa pangkal
hidung
7) Telinga
Biasanya pada anak thalasemia tidak
memiliki gangguan pada telinga
8) Mulut : Bagian mukosa pada
mulut terlihat pucat
9) Dada
Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol
akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
10) Abdomen
Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi
ada pembesaran limfa dan hati (hepatospeknomegali)
11) Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapat
transfusi maka warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penimbunan zat besi pada jaringan kulit (hemosiderosis)
12) Ekstremitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi
pada tulang karena adanya kelainan penyakit yang menyebabkan kelemahan pada
tulang.
d. Pemeriksaan penunjang.
1) Darah tepi
a) Hb rendah, dapat sampai
2-3g%
b) Gambaran morfologi
eritrosit
c) Restikulosit meningkat
2) Sumsum tulang (tidak
menentukan diagnosis):
a) Hiperlasia system
eritropoesis dengan normoblas terbanyak jenis asidofil.
b) Granula Fe (dengan
pengecatan prusian biru meningkat)
3) Pemeriksaan khusus
a) Hb F meningkat : 20-90% hb
total
b) Elektroforesis Hb:
hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
c) Pemeriksaan pedigree :
kedua orangtua pasien thalaseia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2
meningkat (>3,5% dari Hb total).
e.
Pemeriksaan lain :
1) Foto Ro tulang kepala :
gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak
lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan
ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
2. Diagnosa Keperawatan.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia SDKI (2017)
diagnosa keperawatan yang akan mucul pada anak dengan thalasemia adalah sebagai
berikut:
a.
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas.
Tanda dan gejala.
Subjektif:
1) Mengeluh lelah
2) Dyspnea saat/setelah
aktivitas
3) Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
4) Merasa lemah
Objektif:
1) Frekuensi janting
meningkat >20% Dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukan
Aritmia saat/ setelah aktivitas
3) Gambaran EKG menunjukan
Iskemia
4) Sianosis
b. Perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin.
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang
dapat mengganggu metabolisme tubuh.
Tanda dan gejala
Subjektif:
1) Parstesia
2) Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten)
Objektif:
1) Pengisian kapiler . 3
detik
2) Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun
6) Edema
7) Penyembuhan luka lambat
8) Indeks ankle-brachial
,0,90
9) Bruit femoral.
c.
Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi metabolisme
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Tanda dan gejala
Subjektif:
1) Cepat kenyang setelah
makan
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Objektif:
1) Berat badan menurun
minimal 10% di bawah rentang ideal
2) Bising usus hiperaktif
3) Otot mengunyah lemah
4) Membran mukosa pucat ,
Sariawan
DAFTAR PUSTAKA
Apsari, Nurliana. Cipta. (2016).
Pendampingan Bagi Anak Penyandang Thalasemia Dan Keluarganya. Share : Social
Work Journal.
Arnis, Yuliastati. & Amelia.
(2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Atyanti I, dkk. 2012. Kadar Hemoglobin, Status Gizi,
Pola Komsumsi Makanan dan Kualitas Hidup Pasien Thalasemia. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nurshing), Volume 7, No.3, November 2012.
Budiono, & Sumirah Budi Pertami. (2016). Konsep
Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.
Dahnil, Fitriayi, Ai Mardhiyah, dan Efri
Widianti.(2017). Kajian Kebutuhan supportive care pada orang tua anak
penderita thalasemia.
Hastuti, Retni Puji. (2014). Jurnal Pengaruh Paket
Edukasi Thalasemia Terhadap Kualitas Hidup Anak Thalasemia. Bandar Lampung:
Potekkes Tanjung Karang.
Hera Hijrian.(2018). Pengaruh
Psychoeducational Parenting Terhadap Kecemasan Orang tua yang Mempunyai Anak
Penyandang Thalasemia Mayor. Journal of Chemical Information and
Modeling.
Kemenkes. (2018). Pedoman nasional
pelayanan kedokteran tata laksana thalasemia.
Kemenkes RI. (2019). Hari
thalasemia sedunia 2019:putuskan mata rantai thalasemia Mayor.
Kiswari, Rukman. (2014). Hematologi
& Transfusi. Jakarta: ERLANGGA.
Kozier. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktisi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC.
Niman, Susanti. (2017). Promosi dan Pendidikan
Kesehatan. Jakarta : 2017.
Notoatmodjo , Soekidjo. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurarif, Amin Huda. (2015). Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC Jilid 3 . Jogjakarta:
Mediaction.
Nurarif, Amin Huda. (2016). Asuhan Keperawatan
Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus
Jilis 2. Jogjakarta: Mediaction
Sukri, Ahmad. (2016). Mengenal Mendampingi dan
Merawat Thalasemia. Jakarta: Bee Media Pustaka.
Susilaningrum, Rekawati & Nursalam dkk. (2013). Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2 . Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Yuni, Natalia Erlina. (2015). Kelainan Darah.
Kotagede Yogyakarta: Nuha Medika.
Posting Komentar untuk "MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK THALASEMIA"