BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dilaporkan
angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt menemukan pada otopsi bayi-bayi
lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena
13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih
tinggi daripada bayi cukup bulan. Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN)
tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan
kematian atau cacat jasmani dan mental. Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan
dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu.
Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak
dikenal/dipikirkan karena gejala - gejalanya tidak khas. Perdarahan
Intrakranial meliputiPerdarahan epidural,Perdarahan subdural,Perdarahan
subaraknoid, Perdarahan intraserebral/parenkim dan intraventrikuler.
Penatalaksanaan dan penanggulangan Perdarahan Intrakranial Neonatus masih
kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian perdarahan intrakranial
neonatus, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan
prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya.
Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus tidak terlalu
menggembirakan.
B. Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut.
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah
mendeskripsikan konsep perdarahan intrakranial pada bayi.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu melakukan
pengkajian pada bayi dengan masalah perdarahan intrakranial.
b.
Mahasiswa mampu
menganalisa data bayi dengan masalah perdarahan intrakranial.
c.
Mahasiswa mampu menyusun
rencana dan intervensi keperawatan terhadap bayi dengan perdarahan intrakranial.
d.
Mahasiswa mampu
melakukan implementasi sesuai
dengan intervensi keperawatan
yang telah disusun.
e.
Mahasiswa mampu melakukan
evaluasi terhadap implementasi keperawatan
yang telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Perdarahan
Intrakranial
Perdarahan
intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak yang bisa terjadi di
dalam atau di sekeliling otak. Perdarahan
intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan
bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi pada
semua umur dan juga akibattrauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan
lain-lain. (Suzanne CSmeltzer,, 2002)
Perdarahan
intrakranial neonatus adalah perdarahan patologis dalam rongga kranium dan
isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. (Wiknjosastro H, 2010)
B. Etiologi
a.
Trauma
kelahiran
1.
Partus biasa
pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan
serta disproporsi antara kepala anak
dan jalan lahir sehingga terjadi molase yang dapat memicu
terjadinya perdarahan.
2. Partus buatan (ekstraksi vakum, forsep,
cunam)
Pada penggunaan ekstraksi vakum, terjadi kompresi
negatif pada kepala bayi di daerah fronto oksipital dan mengakibatkan
pemanjangan diameter fronto oksipital dari kepala bayi. Akibatnya, terjadi
renggangan yang berlebihan dengan tendensi laserasi tentorium atau falks
serebri, rupturnya vena Galen, sinus strait, sinus sagitalis inferior,sobeknya
ateri - vena meningia media dan vena superfisial serebri serta rupturnya
bridging veins di subaraknoid. Ruptur pada salah satu pembuluh darah ini akan mengakibatkan
perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial sering terjadi apabila lamanya
teraksi lebih dari 10 menit 12 dan frekuensi lepasnya cup ekstraktor sebanyak
lima kali atau lebih.
b. Bukan trauma kelahiran
Pada umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan. Faktor dasar
ialah prematuritas dan yanglain merupakan faktor pencetus perdarahan
intrakranial seperti hipoksia
dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia,
kejang-kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermin serta
hiperosmolalitas/hipernatremia. Ada
pula perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan
pembekuan darah.
C. Manifestasi Klinik
Berikut
ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang mengalami
perdarahan intrakranial.
a.
Muntah
b.
Sakit kepala
c.
Diplopia
d.
Papil edema
e.
Pembesaran
lingkar kepala
f.
Ubun ubun
besar membonjol
g.
Trias Cushing
:bradikardi, hipertensi,pernafasan ireguler
h.
Herniasi otak
D.
Patofisiologi
Pada
trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh -
pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena
trauma kelahiran, faktor penyebabnya ialah prematuritaspada bayi-bayi tersebut, pembuluh
darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat
kurang dan pada beberapa tempattertentu jalannya berkelok kelok, kadang -
kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada
faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada
perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan
epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media
antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada
neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis perdarahan
intrakranial yang banyak
dijumpai pada bayi cukup bulan. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena
kortikal yang menghubungkan rongga subduraldengan sinus-sinus pada duramater.
Perdarahan subdural lebih sering pada bayi cukup bulan daripada bayi kurang bulansebab pada bayi
kurang bulan vena-vena
superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang
terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma
subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi
hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai
berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial.
Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah
sangat menurun.
Pada
perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya
ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan
denganfungsi likuor.
Pada
perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim
otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat
hebat (kecelakaan).
Dari
semua jenis perdarahan intrakranial, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting,
karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75-90%
perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal
matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.Pada perdarahan
intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah
ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman
kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat
menyebabkan perdarahanintraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena
hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma
ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke
kapiler sehingga dapat pecah.
Perdarahan ini
berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak. Massa perdarahan
menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan otak
sekitarnya.Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan
mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah.
Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena
efek mekanik langsung, menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga
terjadi kerusakan sel-sel otak. Volume perdarahan merupakan hal yang paling
menentukan dari hasil. Akhirnya hal lain yang paling menentukan yaitu status
neurologis dan volume darah didalam ventrikel.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan likuor
terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler.
Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna
merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukosa menurun. Bila cairan
likuor berwarna merah/santokrom berarti terdapat beberapa ribu sel darah merah/mm3
maka dianjurkan CT scan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan.
2.
Pemeriksaan darah dapat
ditemukan tanda-tanda anemi posthemoragik, analisa gas darah, gangguan
pembekuan darah karena rendahnya fibrinogen, trombosit, atau antitrombin
terutama pada perdarahan intrakranial neonatus non traumatik. Namun
faktor-faktor ini akan menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
3.
Foto kepala tidak dapat
menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan
sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan molase.
4.
Pemeriksaan ultrasonograf
(USG) kerap kali digunakan untuk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler
sebagai berikut:
-
Derajat 0 : tidak ada
perdarahan intrakranial
-
Derajat I : perdarahan
hanya terbatas pada daerah sub ependimal
-
Derajat II : perdarahan
intraventrikuler
-
Derajat III: perdarahan
intraventikuler hingga terjadi dilatasi ventrikel
-
Derajat IV: perdarahan
intraventrikuler hingga terjadi dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim
otak
5.
Pemeriksaan computerized
tomography (CT scan) dapat digunakan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan
intrakranial pada semua jenis perdarahan intrakranial neonatus. Pada CT Scan
tampak daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena
extravasasi serum dari hematome tersebut. Sementara itu MRI dapat digunakan
untuk menentukan umur perdarahan dan akhibat perdarahan terhadap proses
melinisasi otak.
F.
Penatalaksanaan
Diusahakan
tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah pada
bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yaitu dengan :
a. Bayi dirawat
dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2
b. Perlu
diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi
pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi),
denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1
ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1
ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik.
c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau
penderita dalam koma diberikan 02.
d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi
serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk
mengurangi tekanan vena serebral.
e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat
dipertimbangkan.
f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang
adekuat berupa larutan glukosa (5-10%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1
atau glukosa 5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1.
g. Pemberian obat-obatan :
·
valium/luminal
bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, jika belum
berhenti diulangi dosis yang sama. Bila berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB
(neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama
2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan
umum seterusnya.
·
kortikosteroid
berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap
hipoksia dan edema otak.
·
antibiotika
dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi
yang berlebihan.
·
Fungsi
lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah
terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan
korteks.
Tindakan bedah
darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative
burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma
dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative
burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi
hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan
intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt
antara ventrikel lateral dan atrium kanan
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BAYI
DENGAN PERDARAHAN INTRAKRANIAL
A. Pengkajian
1. Identitas
Klien dan Penanggungjawab
Identitas
sangat diperlukan dalam dokumentasi, karena sebelum melakukan segala bentuk
tindakan medis termasuk tindakan keperawatan perlu dipastikan kembali identitas
klien agar tidak terjadi kesalahan. Karena klien adalah neonatus maka identitas
orang tua atau penanggungjawab juga perlu dicantumkan
2.
Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan utama.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
c. Riwayat persalinan sekarang
riwayat penyakit menular seksual,
riwayat perawatan antenatal, riwayat persalinan seperti ada/tidaknya ketuban
pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).
d.
Riwayat persalinan dahulu
e.
Riwayat kesehatan keluarga
f.
Riwayat kesehatan lingkungan
g.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
h.
Imunisasi
3.
Pengkajian Fisik
a.
Kesadaran dan keadaan
umum
Adanya gangguan kesadaran antara lain
apati, somnolen, sopor atau bahkan koma. Biasanya neonatus tidak mau minum, menangis
lemah dan merintih (cephalic cry).
Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS
adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat
dibagi atas:
-
Cedera kepala ringan
(mild head injury) GCS 14-15
-
Cedera kepala sedang
(moderate head injury) GCS 9-13
-
Cedera kepala berat (severe
head injury) GCS ≤ 8
|
Respons Mata |
≥ 1 tahun |
0-1
tahun |
|
4 3 2 1 |
Membuka mata dengan spontan Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh nyeri Tidak membuka mata |
Membuka mata dengan spontan Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh nyeri Tidak
membuka mata |
|
Respons
Motorik |
≥ 1 tahun |
0-1
tahun |
|
6 5 4 3 2 1 |
Mengikuti perintah Melokalisasi nyeri Menghindari nyeri Fleksi abnormal (decortikasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak ada respons |
Belum dapat dinilai Melokalisasi nyeri Menghindari nyeri Fleksi abnormal (decortikasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi) Tidak
ada respons |
|
Respons
Verbal |
2-5
tahun |
0-2 tahun |
|
5 4 3 2 1 |
Menyebutkan
kata-kata yang sesuai Menyebutkan
kata-kata yang tidak sesuai Menangis
dan menjerit Mengeluarkan
suara lemah Tidak
ada respons |
Menangis
kuat Menangis
lemah Kadang-kadang
menangis/ menjerit lemah Mengeluarkan
suara lemah Tidak ada
respons |
b.
Tanda-tanda vital
Nadi fluktuatif dapat teraba lambat maupun
cepat, serta kadang disertai dengan hipotermi.
c.
Head to toes
-
Kulit
-
Turgor elastis,
hiper/hipopigmentasi tidak ada, kulit pucat, ikterus, tumor dan oedema tidak
ditemukan.
-
Kepala
Bentuk kepala relatif simertis, sutura
belum menutup. Bentuk tulang kepala cenderung melebar pipih pada tulng parietal
(ship shape). Teraba cephalhematoma dan atau caput succadeum, moulage relatif.
Fontanel tegang dan menonjol karena peningkatan tekanan intrakranial
-
Mata
Mata terbuka dan hanya memandang ke satu
arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.
Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada retina, nistagmus, dan eksoftalmus.
-
Hidung
Simetris, bersih, mungkin terlihat ada
pernafasan cuping hidung.
-
Telinga :
Simetris, bersih, tidak ada tanda radang
telinga/mastoid. Membrana timphani utuh.
-
Mulut :
Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut lembab,
bibir tremor tidak ditemukan, tonsil tidak membesar. Suara tangisan lemah namun
melengking. Gejala gerakan lidah menjulur keluar di sekitar bibir biasanya
menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.
-
Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid
dan kelenjar submandibular. Tidak ditemukan distensi vena jugularis.
-
Thorax :
Inspeksi :
Lingkar dada tidak membesar, bentuk simetris
Palpasi :
Gerak dada simetris, taktil fremitus simetris.
Perkusi :
Tidak ditemukan pekak abnormal
Auskultasi : Suara napas lapang paru
vesikuler tanpa wheezing dan ronchii. Suara jantung S1S2 tanpa split/ suara
jantung tambahan.
-
Abdomen :
Inspeksi :
tidak ada lesi, massa dan distensi vena abdominal
Auskultasi : bising usus terdengar
Palpasi : teraba supel
Perkusi : terdengar timpani, tidak
ditemukan pekak abnormal
-
Ekstremitas
Bentuk simetris tanpa ada lesi/bekas lesi,
tidak ditemukan deformitas, krepitasi. Akral mungkin teraba dingin namun tidak
ada oedema pada ektremitas.
-
Genital
Labia mayora sudah menutupi labia minora,
simetris, tidak terdapat pembesaran abnormal, tidak terdapat fimosis.
-
Anus
Lubang anus ada, posisi simetris
-
Refleks :
Reflek Moro
:
Reflek memeluk saat
bayi
dikejutkan dengan tangan
Sucking reflek
:
Reflek menghisap pada bayi
Grasping reflek
:
Reflek memegang pada bayi
Rooting reflek
:
Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
5.
Pemeriksaan diagnostik
dan hasil.
Pemeriksaan laboratorium seperti
likuor dan darah rutin perlu dilakukan untuk menunjang penetapan diagnosis dan
intervensi keperawatan yang tepat.
B. Analisa Data
a.
Airway
Data subjektif : -
Data objektif : -
b.
Breathing
Data subjektif : -
Data objektif : irama napas cepat dan
dangkal, takipnea, diselingi periode apnea (berat dan lamanya tergantung pada
derajat pendarahan dan kerusakan susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping
hidung dan retraksi otot bantu pernapasan, RR : 24-30X/menit
c.
Circulation
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba
cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap
Pengkajian sekunder
a.
Breath
Data subjektif : -
Data objektif : irama
napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode apnea (berat dan lamanya
tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan susunan saraf pusat), tampak
pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu pernapasan, RR : 24-30X/menit.
b.
Blood
Data subjektif :
-
Data objektif : nadi teraba
cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik,
hipotermi yang menetap
c.
Brain
Data subjektif : -
Data objektif : bayi menangis merintih (chepalic cry), tampak lemah dan rewel,
kesadaran dapat bervariasi dari apatis, somnolen, stupor hingga koma, pupil
melebar, reaksi cahaya lambat sampai negatif, nigtamus, dan eksoftalmus, dapat
terjadi kejang
d.
Bladder
Data subjektif : -
Data objektif : oliguri
dengan produksi urin kurang dari 1 cc/kgBB/jam
e.
Bowel
Data subjektif : -
Data objektif : bayi tampak lemah dan tidak mau minum
f.
Bone
Data subjektif : -
Data objektif : tonus
otot lemah dan spastik umum, hemiplegi
C.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d hipoksia dan
edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi dan
kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
peningkatan ADH dan aldosteron
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan asam lambung
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan vaskuler
serebral dan odema otak
6. Resiko infeksi b/d perdarahan serebral
7. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan tonus otot dan
penurunan kesadaran
8. Gangguan persepsi sensorik b/d penurunan kesadaran
9. Gangguan komunikasi verbal b/d cedera otak dan
penurunan kesadaran
D. Intervensi
|
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan |
Intervensi |
|
Perubahan
perfusi jaringan serebral b/d hipoksia dan edema serebral |
Tujuan
: Setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat kesadaran membaik Kriteria
Hasil : 1. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau
perbaikan 2. Tanda – tanda vital (TTV) kembali normal 3. Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) |
1.
Tentukan faktor – faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK Rasional : untuk mengetahui penyebab ceder, untuk memantau
tekanan TIK dan atau pembedahan 2.
Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar Rasional : untuk mengetahui perubahan nilai
GCS, mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi. 3.
Pantau TTV Rasional : ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran 4.
Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral Rasional : kepala miring pada salah satu menekan vena jogularis
dan menghambat aliran darah vena 5.
Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi Rasional : pembatasan cairan dapat menurunkan edema cerebral 6.
Kolaborasi obat sesuai indikasi Rasional
: dapat menurunkan edema
cerebral |
|
Pola nafas
tidak efektif b/d hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler kerusakan
persepsi dan obstruksi trakeobronkial |
Tujuan
: Setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas kembali normal Kriteria
Hasil : 1.
Mempertahankan pola pernafasan efektif 2.
Bebas sianosis 3.
Nafas normal 4.
Irama reguler 5.
Bunyi nafas normal 6.
GDA normal 7.
PH darah normal (7,35 – 7,45) 8.
PaO2 (80 – 100) 9.
HCO2 (22 – 26) 10. Saturasi
oksigen (95 – 100% ) |
1.
Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan Rasional : perubahan dapat menandakan komplikasi, pulmonal atau
menandakan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas 2.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasi Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas 3.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati, jangan lebih dari 10 -15
detik Rasional : untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan
dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi 4. Auskultasi bunyi nafas , perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal Rasional : untuk mengidentifikasi adanya
masalah paru seperti atelektasis kongesti atau obstruksi jalan nafas 5.
Kolaborasi pemberian
oksigen Rasional : menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. |
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan asam lambung |
Tujuan
: Setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi tidak terganggu Kriteria
Hasil : 1. BB meningkat 2. Tidak mengalami tanda – tanda mal nutrisi 3. Nilai laboratorium dalam batas normal |
1. Auskultasi bising usus Rasional :
fungsi saluran pencernaan biasanya naik pada kasus perdarahan intrakranial 2. Jaga keamanan saat meberikan nutrisi lewat NGT Rasional :
menurunkan resiko regurgitasi / aspirasi 3. Kolaborasi pemberian nutrisi lewat NGT Rasional :
nutrisi lewat NGT diperlukan awal pemberian |
|
Resiko
infeksi b/d perdarahan serebral |
Tujuan
: Setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada tanda – tanda infeksi Kriteria
Hasil : 1. Tidak ada tanda – tanda infeksi dan mencapai
penyembuhan luka tepat waktu |
1. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan Rasional : untuk
menurunkan terjadinya HAIs 2. Observasi daerah yang mengalami luka/kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi Rasional :
deteksi dini terjadinya infeksi, kemungkinan untuk melakukan tindakan dengan
segera dan mencegah komplikasi 3. Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran Rasional : suhu
yang tinggi dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi yang selanjutnya
memerlukan tindakan dengan segera 4. Kolaborasi pemberian obat antbiotik Rasional :
menurunkan terjadinya infeksi HAIs 5. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Rasional : unutk
mengetahui adanya resiko infeksi melalui hasil laboratorium |
E.
Implementasi Keperawatan
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara
sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk
kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan.
F.
Evaluasi Keperawatan
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil
yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi.
Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika
tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Perdarahan intrakranial
adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak yang bisa terjadi di dalam atau di
sekeliling otak perdarahan
patologis dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4
minggu dimana sering tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya yang tidak
khas. Meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid,
intraserebral/parenkim dan intraventrikuler.
.
B.
Saran
Demikian tadi makalah
yang telah kami susun, semoga dengan adanya makalah mengenai Perdarahan
Intrakranial ini, dapat berguna
khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami selaku
penyusun merasa mengharap kritik yang konstruktif maupun saran dari pembaca untuk perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Markum,
AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Jakarta: Gaya baru.
Muttaqin,
Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
IDAI.
2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed. I. Jakarta: PP IDAI
Smeltzer,
Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner & Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC.
Snel,
Ricard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta
: EGC
Tarwoto,
Wartonah, Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Underwood,
J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Vol 2. Jakarta : EGC
Wiknjosastro
H. 2010. Perdarahan pada neonatus, dalam Buku Ajar Ilmu Kebidanan dan
Kandungan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Yayasan bina pustaka sarwonohardjo.
Wong,
Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Ed 4. Jakarta: EGC