Selasa, 25 Oktober 2022

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN PERDARAHAN INTRACRANIAL

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan. Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental. Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala - gejalanya tidak khas. Perdarahan Intrakranial meliputiPerdarahan epidural,Perdarahan subdural,Perdarahan subaraknoid, Perdarahan intraserebral/parenkim dan intraventrikuler. Penatalaksanaan dan penanggulangan Perdarahan Intrakranial Neonatus masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian perdarahan intrakranial neonatus, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus tidak terlalu menggembirakan.

 

B.    Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut.

1.     Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan ini adalah mendeskripsikan konsep perdarahan intrakranial pada bayi.

2.     Tujuan Khusus

a.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan masalah perdarahan intrakranial.

b.     Mahasiswa mampu menganalisa data bayi dengan masalah perdarahan intrakranial.

c.      Mahasiswa mampu menyusun rencana dan intervensi keperawatan terhadap bayi dengan perdarahan intrakranial.

d.     Mahasiswa  mampu  melakukan  implementasi  sesuai  dengan intervensi   keperawatan yang telah disusun.

e.      Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi keperawatan   yang telah dilaksanakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

 

A.    Definisi Perdarahan Intrakranial

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak yang bisa terjadi di dalam atau di sekeliling otak. Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi pada semua umur dan juga akibattrauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. (Suzanne CSmeltzer,, 2002)

Perdarahan intrakranial neonatus adalah perdarahan patologis dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. (Wiknjosastro H, 2010)

 

B.    Etiologi

a.   Trauma kelahiran

1.   Partus biasa

pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan serta disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi molase yang dapat memicu terjadinya perdarahan.

2.   Partus buatan (ekstraksi vakum, forsep, cunam)

Pada penggunaan ekstraksi vakum, terjadi kompresi negatif pada kepala bayi di daerah fronto oksipital dan mengakibatkan pemanjangan diameter fronto oksipital dari kepala bayi. Akibatnya, terjadi renggangan yang berlebihan dengan tendensi laserasi tentorium atau falks serebri, rupturnya vena Galen, sinus strait, sinus sagitalis inferior,sobeknya ateri - vena meningia media dan vena superfisial serebri serta rupturnya bridging veins di subaraknoid. Ruptur pada salah satu pembuluh darah ini akan mengakibatkan perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial sering terjadi apabila lamanya teraksi lebih dari 10 menit 12 dan frekuensi lepasnya cup ekstraktor sebanyak lima kali atau lebih.

b.   Bukan trauma kelahiran

Pada umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan. Faktor dasar ialah prematuritas dan yanglain merupakan faktor pencetus perdarahan intrakranial seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang-kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermin serta hiperosmolalitas/hipernatremia. Ada pula perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.

 

C.    Manifestasi Klinik

Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonatus yang mengalami perdarahan intrakranial.

a.   Muntah

b.   Sakit kepala

c.   Diplopia

d.   Papil edema

e.   Pembesaran lingkar kepala

f.    Ubun ubun besar membonjol

g.   Trias Cushing :bradikardi, hipertensi,pernafasan ireguler

h.   Herniasi otak

 

D.    Patofisiologi

Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor penyebabnya ialah prematuritaspada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempattertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.

Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis perdarahan intrakranial yang banyak dijumpai pada bayi cukup bulan. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subduraldengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada bayi cukup bulan daripada bayi kurang bulansebab pada bayi kurang bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan denganfungsi likuor.

Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan).

Dari semua jenis perdarahan intrakranial, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75-90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahanintraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.

Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak. Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap jaringan otak sekitarnya.Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah perdarahan karena efek mekanik langsung, menyebabkan iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi kerusakan sel-sel otak. Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil. Akhirnya hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume darah didalam ventrikel.

E.    Pemeriksaan Penunjang

1.   Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler. Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukosa menurun. Bila cairan likuor berwarna merah/santokrom berarti terdapat beberapa ribu sel darah merah/mm3 maka dianjurkan CT scan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan.

2.   Pemeriksaan darah dapat ditemukan tanda-tanda anemi posthemoragik, analisa gas darah, gangguan pembekuan darah karena rendahnya fibrinogen, trombosit, atau antitrombin terutama pada perdarahan intrakranial neonatus non traumatik. Namun faktor-faktor ini akan menjadi normal bila keadaan bayi membaik.

3.   Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan molase.

4.   Pemeriksaan ultrasonograf (USG) kerap kali digunakan untuk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut:

-      Derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial

-      Derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub ependimal

-      Derajat II : perdarahan intraventrikuler

-      Derajat III: perdarahan intraventikuler hingga terjadi dilatasi ventrikel

-      Derajat IV: perdarahan intraventrikuler hingga terjadi dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak

5.   Pemeriksaan computerized tomography (CT scan) dapat digunakan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan intrakranial pada semua jenis perdarahan intrakranial neonatus. Pada CT Scan tampak daerah hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari hematome tersebut. Sementara itu MRI dapat digunakan untuk menentukan umur perdarahan dan akhibat perdarahan terhadap proses melinisasi otak.

 

F.     Penatalaksanaan

Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yaitu dengan :

a.       Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2

b.      Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik.

c.      Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02.

d.     Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.

e.      Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.

f.      Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5-10%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau glukosa 5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1.

g.     Pemberian obat-obatan :

·       valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, jika belum berhenti diulangi dosis yang sama. Bila berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.

·       kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.

·       antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.

·       Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.

Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan

 

 

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BAYI

DENGAN PERDARAHAN INTRAKRANIAL

A. Pengkajian

1.  Identitas Klien dan Penanggungjawab

Identitas sangat diperlukan dalam dokumentasi, karena sebelum melakukan segala bentuk tindakan medis termasuk tindakan keperawatan perlu dipastikan kembali identitas klien agar tidak terjadi kesalahan. Karena klien adalah neonatus maka identitas orang tua atau penanggungjawab juga perlu dicantumkan

  2.    Riwayat Kesehatan

a.  Keluhan utama.

b.   Riwayat penyakit sekarang

c.  Riwayat persalinan sekarang

riwayat penyakit menular seksual, riwayat perawatan antenatal, riwayat persalinan seperti ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).

d. Riwayat persalinan dahulu

e. Riwayat kesehatan keluarga

f. Riwayat kesehatan lingkungan

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

h. Imunisasi

 3.    Pengkajian Fisik

a.    Kesadaran dan keadaan umum

Adanya gangguan kesadaran antara lain apati, somnolen, sopor atau bahkan koma. Biasanya neonatus tidak mau minum, menangis lemah dan merintih (cephalic cry).

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat dibagi atas:

-      Cedera kepala ringan (mild head injury) GCS 14-15

-      Cedera kepala sedang (moderate head injury) GCS 9-13

-      Cedera kepala berat (severe head injury) GCS ≤ 8

Respons Mata

≥ 1 tahun

0-1 tahun

4

3

2

1

Membuka mata dengan spontan

Membuka mata oleh perintah

Membuka mata oleh nyeri

Tidak membuka mata

Membuka mata dengan spontan

Membuka mata oleh perintah

Membuka mata oleh nyeri

Tidak membuka mata

Respons Motorik

≥ 1 tahun

0-1 tahun

6

5

4

3

2

1

Mengikuti perintah

Melokalisasi nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi abnormal (decortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada respons

Belum dapat dinilai

Melokalisasi nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi abnormal (decortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada respons

Respons Verbal

2-5 tahun

0-2 tahun

5

 

4

 

3

 

2

 

1

 

Menyebutkan kata-kata yang sesuai

 

Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai

Menangis dan menjerit

 

Mengeluarkan suara lemah

 

Tidak ada respons

Menangis kuat

 

Menangis lemah

 

Kadang-kadang menangis/ menjerit lemah

Mengeluarkan suara lemah

 

Tidak ada respons

 

b.   Tanda-tanda vital

Nadi fluktuatif dapat teraba lambat maupun cepat, serta kadang disertai dengan hipotermi.

c.    Head to toes

-      Kulit

-      Turgor elastis, hiper/hipopigmentasi tidak ada, kulit pucat, ikterus, tumor dan oedema tidak ditemukan.

 

 

-      Kepala

Bentuk kepala relatif simertis, sutura belum menutup. Bentuk tulang kepala cenderung melebar pipih pada tulng parietal (ship shape). Teraba cephalhematoma dan atau caput succadeum, moulage relatif. Fontanel tegang dan menonjol karena peningkatan tekanan intrakranial

-      Mata

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada retina, nistagmus, dan eksoftalmus.

-      Hidung

Simetris, bersih, mungkin terlihat ada pernafasan cuping hidung.

-      Telinga :

Simetris, bersih, tidak ada tanda radang telinga/mastoid. Membrana timphani utuh.

-      Mulut :

Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut lembab, bibir tremor tidak ditemukan, tonsil tidak membesar. Suara tangisan lemah namun melengking. Gejala gerakan lidah menjulur keluar di sekitar bibir biasanya menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.

-      Leher :

Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid dan kelenjar submandibular. Tidak ditemukan distensi vena jugularis.

-      Thorax :

Inspeksi : Lingkar dada tidak membesar, bentuk simetris

Palpasi   : Gerak dada simetris, taktil fremitus simetris.

Perkusi   : Tidak ditemukan pekak abnormal

Auskultasi : Suara napas lapang paru vesikuler tanpa wheezing dan ronchii. Suara jantung S1S2 tanpa split/ suara jantung tambahan.

 

-      Abdomen        :

Inspeksi : tidak ada lesi, massa dan distensi vena abdominal

Auskultasi : bising usus terdengar

Palpasi : teraba supel

Perkusi : terdengar timpani, tidak ditemukan pekak abnormal

-      Ekstremitas

Bentuk simetris tanpa ada lesi/bekas lesi, tidak ditemukan deformitas, krepitasi. Akral mungkin teraba dingin namun tidak ada oedema pada ektremitas.

-      Genital

Labia mayora sudah menutupi labia minora, simetris, tidak terdapat pembesaran abnormal, tidak terdapat fimosis.

-      Anus

Lubang anus ada, posisi simetris

-      Refleks           :

Reflek Moro : Reflek memeluk saat bayi dikejutkan dengan tangan

Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi

Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi

Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

5.     Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

Pemeriksaan laboratorium seperti likuor dan darah rutin perlu dilakukan untuk menunjang penetapan diagnosis dan intervensi keperawatan yang tepat.

B.  Analisa Data

a.     Airway

Data subjektif : -

Data objektif : -

 

b.     Breathing

Data subjektif : -

Data objektif :  irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu pernapasan, RR : 24-30X/menit

c.      Circulation

Data subjektif : -

Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap

Pengkajian sekunder

a.     Breath

Data subjektif : -

Data objektif : irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu pernapasan, RR : 24-30X/menit.

b.     Blood

Data subjektif : -

Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap

c.      Brain

Data subjektif : -

Data objektif :  bayi menangis merintih (chepalic cry), tampak lemah dan rewel, kesadaran dapat bervariasi dari apatis, somnolen, stupor hingga koma, pupil melebar, reaksi cahaya lambat sampai negatif, nigtamus, dan eksoftalmus, dapat terjadi kejang

d.     Bladder

Data subjektif : -

Data objektif : oliguri dengan produksi urin kurang dari 1 cc/kgBB/jam

e.      Bowel

Data subjektif : -

Data objektif :  bayi tampak lemah dan tidak mau minum

f.      Bone

Data subjektif : -

Data objektif : tonus otot lemah dan spastik umum, hemiplegi

 

C.      Diagnosa Keperawatan

1.   Perubahan perfusi jaringan serebral b/d hipoksia dan edema serebral

2.   Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial

3.   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d peningkatan ADH dan aldosteron

4.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan asam lambung

5.   Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan vaskuler serebral dan odema otak

6.   Resiko infeksi b/d perdarahan serebral

7.   Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan tonus otot dan penurunan kesadaran

8.   Gangguan persepsi sensorik b/d penurunan kesadaran

9.   Gangguan komunikasi verbal b/d cedera otak dan penurunan kesadaran

 

D.  Intervensi

 

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Perubahan perfusi jaringan serebral b/d hipoksia dan edema serebral

 

 

Tujuan :

Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  tingkat kesadaran membaik

Kriteria Hasil :

1.    Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan

2.    Tanda – tanda vital (TTV) kembali normal

3.    Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

1.      Tentukan faktor – faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

Rasional : untuk mengetahui penyebab ceder, untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan

2.      Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar

Rasional : untuk mengetahui perubahan nilai GCS, mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi.

3.      Pantau TTV

Rasional : ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran

4.      Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral

Rasional : kepala miring pada salah satu menekan vena jogularis dan menghambat aliran darah vena

5.      Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi

Rasional : pembatasan cairan dapat menurunkan edema cerebral

6.      Kolaborasi obat sesuai indikasi

Rasional : dapat menurunkan edema cerebral

Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial

 

Tujuan :

Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas kembali normal

Kriteria Hasil :

1.    Mempertahankan pola pernafasan efektif

2.    Bebas sianosis

3.    Nafas normal

4.    Irama reguler

5.    Bunyi nafas normal

6.    GDA normal

7.    PH darah normal (7,35 – 7,45)

8.    PaO2 (80 – 100)

9.    HCO2 (22 – 26)

10.  Saturasi oksigen (95 – 100% )

1.      Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan

Rasional : perubahan dapat menandakan komplikasi, pulmonal atau menandakan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

2.      Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasi

Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

3.      Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati, jangan lebih dari 10 -15 detik

Rasional : untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi

4.    Auskultasi bunyi nafas , perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal

Rasional : untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis kongesti atau obstruksi jalan nafas

5.    Kolaborasi pemberian oksigen

Rasional : menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan asam lambung

 

Tujuan :

Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  kebutuhan nutrisi tidak terganggu

Kriteria Hasil :

1.   BB meningkat

2.   Tidak mengalami tanda – tanda mal nutrisi

3.   Nilai laboratorium dalam batas normal

1.   Auskultasi bising usus

Rasional : fungsi saluran pencernaan biasanya naik pada kasus perdarahan intrakranial

2.   Jaga keamanan saat meberikan nutrisi lewat NGT

Rasional : menurunkan resiko regurgitasi / aspirasi

3.   Kolaborasi pemberian nutrisi lewat NGT

Rasional : nutrisi lewat NGT diperlukan awal pemberian

Resiko infeksi b/d perdarahan serebral

 

Tujuan :

Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  tidak ada tanda – tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1.   Tidak ada tanda – tanda infeksi dan mencapai penyembuhan luka tepat waktu

1.   Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

Rasional : untuk menurunkan terjadinya HAIs

2.   Observasi daerah yang mengalami luka/kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi

Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi, kemungkinan untuk melakukan tindakan dengan segera dan mencegah komplikasi

3.   Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran

Rasional : suhu yang tinggi dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi yang selanjutnya memerlukan tindakan dengan segera

4.   Kolaborasi pemberian obat antbiotik

Rasional : menurunkan terjadinya infeksi HAIs

5.   Kolaborasi pemeriksaan laboratorium

Rasional : unutk mengetahui adanya resiko infeksi melalui hasil laboratorium

 

E.    Implementasi Keperawatan

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

 

F.     Evaluasi Keperawatan

Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

A.    Simpulan

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak yang bisa terjadi di dalam atau di sekeliling otak perdarahan patologis dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu dimana sering tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya yang tidak khas. Meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan intraventrikuler.

.

B.    Saran

Demikian tadi makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya makalah mengenai Perdarahan Intrakranial  ini, dapat berguna khususnya kami sebagai penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami selaku penyusun merasa mengharap kritik yang konstruktif  maupun saran dari pembaca untuk perbaikan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Markum, AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II. Jakarta: Gaya baru.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed. I. Jakarta: PP IDAI

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC.

Snel, Ricard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Tarwoto, Wartonah, Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Vol 2. Jakarta : EGC

Wiknjosastro H. 2010. Perdarahan pada neonatus, dalam Buku Ajar Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Yayasan bina pustaka sarwonohardjo.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Ed 4. Jakarta: EGC