Kamis, 20 Oktober 2022

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS KETUBAN PECAH DINI

 

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).

Kejadian KPD yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin (Martaadisoebrata D., 2013). Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2014 adalah sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup yang mana angka tersebut belum memenuhi target RPJMN sebesar 306 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2014; Kemenkes RI 2015), sedangkan pada kematian neonatus,KPD menjadi faktor risiko dengan presentase sebesar 17,9% (Achadi dan Jones 2014). Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia tahun 2012 ada sebanyak 19 kematian per 1000 kelahiran hidup, angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI 2007 yang mana hanya menurun 1 poin dibandingkan SDKI tahun 2002-2003 (Kemenkes RI 2016).

Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat4.

Pada praktiknya manajemen   KPD   saat   ini   sangat   bervariasi. Manajemen bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif persalinan preterm versus manajemen ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan bertambah pemahaman mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa, dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm. Dengan adanya pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun konsensus maka diharapkan luaran persalinan yang lebih baik.

 

B.    Tujuan

1.   Tujuan Umum

Berkontribusi dalam penurunan morbilitas dan mortalitas akibar ketuban pecah dini.

2.   Tujuan Khusus

a.    Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah (scientific evidence) untuk membantu para praktisi dalam melakukan diagnosis, evaluasi dan tatalaksana KPD aterm dan PPROM.

b.   Memberi rekomendasi bagi rumah sakit/penentu kebijakan untuk penyusunan protokol setempat atau Panduan Praktik Klinis (PPK), dengan melakukan adaptasi terhadap Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) ini.

 

 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.    Pengertian

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Kejadian KPD dapat terjadi sebelum atau sesudah masa kehamilan 40 minggu.11 Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan.

Pada KPD kehamilan preterm dan KPD kehamilan aterm kemudian dibagi menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua belas jam setelah pecah ketuban dan KPD berkepanjangan yang terjadi dua belas jam atau lebih setelah pecah ketuban.12

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).

 

B.    Penyebab / Faktor Predisposisi

Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :

1.     Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana kanalis servikalis selalu terbuka.

2.     Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban diatas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.

3.     Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.

4.     Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a.      Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b.     Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin

c.      Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat

5.     Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.

6.     Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

7.     Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

 

C.    Klasifikasi

1.   Ketuban pecah premature

Kondisi dimana ketuban pecah sebelum waktunya persalinan dimulai. Kondisi ini dapt ter jadi baik sebelum janin matang dalam kandungan (sebelum minggu ke 37 masa kehamilan), maupun setelah janin matang.

2.   Ketuban pecah premature pada preterm

Ketuban pecah secara spontan sebelim usia kehamilan 37 minggu dan sebelum persalinan, terjadi pada 3% kehamilan dan sepertiga  dari kehamilan premature.

 

 

 

 

D.    Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:

1.   Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

2.   Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

3.   Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:

a.    Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.

b.   Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.

c.    Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi (Prawirohardjo (2010).

 

E.    Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini

Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:

1.       Pembukaan prematur servik

2.       Membran terkait dengan terjadinya pembukaan:

a.   Devaskularisasi

b.   Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c.   Jaringan ikat yang menyangga membrane ketuban makin berkurang

d.   Melemahnya daya tangan ketuban dipercepat dengan mengeluarkan enzim treteolitik dan kolagenase.

 

F.     Pemeriksaan Penunjang

1.   Pemeriksaan laboratorium

a.    Mengecek warna, konsentrasi bau dan pH cairan. Pengukuran pH cairan dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus (Nitrazin Test). Bila ada cairan ketuban maka kertas lakmus akan berubah dari warna merah menjadi warna biru. Selama kehamilan pH normal vagina yaitu 4,5-6 sedangkan pH cairan amnion 7,1- 7,3.

b.   Mikroskopik (tes pakis), dilakukan dengan cara meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

2.   Pemeriksaan USG, dilakukan untuk mengetahui jumlah cairan ketuban serta mengkonfirmasi adanya oligohidramnion. Normal volume cairan ketuban antara 250-1200 cc.

 

 

 

G.   Penatalaksanaan

1.   Penatalaksanaan yang dilakukan sebagai langkah untuk penilaian awal pada ibu hamil dan janin yaitu :

a.    Memastikan diagnosis

b.   Menentukan usia kehamilan

c.    Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan apakah butuh antibiotik atau tidak terutama jika ketuban pecah sudah lama

d.   Dalam kondisi inpartu, apakah ada gawat janin atau tidak (Tanto, 2014).

 

2.   Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan (Sujiyatini, 2009); (Norma, 2013); (Khumaira, 2012) :

a.    Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu)

Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan penyebab meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaksis bertujuan untuk pencegahan terhadap chorioamnionitis. Waktu pemberian antibiotik segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan :

1)   Tujuan profilaksis untuk mencegah infeksi

2)   Jika KPD lebih dari 6 jam infeksi akan terjadi

3)   Sementara proses persalinan umumnya berlangsung selama 6 jam

4)   Beberapa penulis menyarankan untuk dilakukan induksi persalinan segera atau ditunggu sampai 6-8 jam setelah ketuban pecah dengan alasan pasien akan inpartu dengan sendirinya.

b.   Infeksi janin pada kehamilan cukup bulan berhubungan langsung dengan lama selaput ketuban atau lamanya periode laten. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm tanpa ada tanda infeksi yaitu :

1)   Penatalaksanaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik sebagai profilaksis.

2)   Penderita dirawat dirumah sakit

3)   Diposisikan trandelenberg

4)   Tidak dilakukan VT untuk mencegah infeksi

 

 

H.   Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Ketuban Pevah Dini

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap- tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nur Salam, 2013).

Asuhan keperawatan pada pengkajian ini memakai model keperawatan Dorothea E Orem menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit. Pengkajian Dorothea E Orem difokuskan pada : Universal Self Care Requisite, Developmental Self Care Requisite, Health Deviation Self Care, Nursing System dan Nursing Agency, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi.

 

I.        Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social dan spiritual. Kemampuan perawat yang diharapkan dalam melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran/tilik diri, kemampuan mengobservasi dengan akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan senantiasa mampu 45 berespon secara efektif. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien Aplikasi pengkajian yaitu :

1.     Pengkajian data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status perkembangan, orientasi sosio-kultural, riwayat diagnostik dan pengobatan, faktor sistem keluarga); Pola hidup; Faktor lingkungan

2.     Observasi status kesehatan klien Untuk menemukan masalah keperawatan berdasarkan self-care defisit, maka perawat perlu melakukan pengkajian kepada klien melalui observasi berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang terdiri dari Minimal Care, Partial Care, Total Care

3.     Pengembangan masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,, gangguan mengunyah, gangguan menelan, pemenuhan kebutuhan eliminasi /pergerakan bowel, urinary, excrements, menstruasi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat. Secara rinci pengembangan teori dengan masalah fisiologis adalah sebagai berikut :

a.      Pemenuhan kebutuhan Oksigen/Udara

1)   Saluaran Pernafasan

a)   Sumbatan pada saluran pernafasan oleh benda asing.

b)  Kelaianan pada saluran pernafasan daaan peningkatan resistensi jalan pernafasan.

2)   Pengembanagan kapasitas vital paru

a)   Restraksi paru

b)  Penurunan pengembangan paru

c)   Perubahan jaringan paru terhadap pemenuhan kapasitas vital paru

d)  Keterbatasan ekspansi dada

e)   Pengaruh muskuler dan neuro terhadap pengembangan paru

3)  Ventilasi alveolar optimal

a)     Alveoli yang terganggu

b)     Penurunan jumlah alveolus

c)     Kehilangan alveolus dan kapiler pulmonal

4)  Mempertahankan keseimbangan gas diantara alveolus dan paru

a)     Hipoventilasi elveolar

b)     Penebalan alveolar dan membran kapiler

c)     Rendahnya aliran darah paru terhadap ventilasi

d)     Penurunan kapasitas oksigen

5)     Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap saraf sentral

a)     Aktifitas ritme otomatis di medula oblongata

b)     Reseptor regulasi kimia (kemoreseptor)

6)     Terhentinya pernafasan sementara

a)     Kekejangan umum

b)     Tangis anak-anak

 

7)     Tidak ada respirasi

a)     Apneu yang muncul pada bayi normal

b)     Apneu dengan pasien preterm

c)     Apneu pada 24 jam pertama

d)     Apneu pada penyakit kardiorespiratori

e)     Apneu akibat gangguan metabolic

8)     Distres respiratori

a)     Ansietas

b)     Histeria dan gangguan emosional

c)     Patologi pada jantung dan paru

d)     Pernafasan periodik pada bayi preterm

e)     Dispneu dan sianosis pada bayi baru lahir

9)     Penurunan respiratory rate dan kapasitas vital

a)     Kakeksia

b)     Malnutrisi

10) Peningkatan kerja pernafasan

Injury

b.     Pemenuhan kebutuhan air/cairan dan makanan/nutrisi

1)     Keadaan yang berkaitan dengan kebutuhan cairan

a)     Kemampuan / ketidak mampuan

b)     Kegagalan mengkomunikasikan kebutuhannya

c)     Kondisi pemasukan / input asupan nutrisi

2)     Jenis makanan dan cairan yang tidak disukai dan mempengaruhi

a)     Yang berbeda dengan kebiasaan

b)     Yang berbeda dari standar

c)     Yang bnertentangan dengan kondisi individu.

c.      Kondisi internal dan eksternal pemasukan makanan dan cairan

1)     Hal-hal yang perlu diperhatikan

a)     Kondisi fisik

b)     Stimulasi fisik

c)     Perilaku yang tidak biasa

d)     Kondisi lingkungan yang mempengaruhi asupan

2)     Manfaat asupan cairan makanan

d.     Kondisi natural terkait dengan asupan cairan dan makanan ke dalam mulut

1)     Status / tingkat perkembangan

2)     Abnormalitas pada mulut dan wajah

3)     Obstruksi-inflamasi dan lesi pada mulut

4)     Pengeluaran sekresi dari mulut dan hidung

5)     Kesulitan untuk membuka dan menutup mulut

6)     Prosedur pembedahan pada mulut, rahang dan lidah yang mempengaruhi pemasukan cairan dan nutrisi

7)     Pertukaran jaringan lunak di mulut

a)     Efek dari kekurangan nutrisi dan adanya pembatasan asupan

b)     Atropi mukosa mulut pada orang tua sehingga kemampuan merasakan menurun dan adanya sensasi terbakar pada mulut

8)     Posisi tubuh yang terganggu pada saat makan dan minum tidak mampu membuka mulut

9)     Kondisi gangguan mengunyah

a)     Kondisi gigi dan rahang

b)     Kondisi otot untuk mengunyah

c)     Nyeri saat mengunyah akibat lesi pada jaringan lunak dan tulang

d)     Berurangnya jumlah saliva

e)     Kebiasaan tidak mengunyah makanan

10)  Kondisi dan keadaan gangguan mengunyah

a)     Kondisi yang berhubungan dengan berkurangnya jumlah saliva : Berkurangnya atau tertahannya sekresi saliva, Adanya peradangan, tumor atau gangguan pada kelenjar yang memproduksi saliva.

b)     Kondisi otot lidah dan pipi / wajah yang terganggu

c)     Kurang dalam mengunyah makanan 3.  Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan ekskresi

e.      Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan ekskresi

1)  Perubahan pergerakan bowel dan feces

a)     Konstipasi-diare

b)     Perubahan kepadatan, warna dan karakteristik faeces

c)     Perubahan intregitas bowel, fungsi, dan perubahan struktur

2)     Perubahan pola urinary, urin dan integritas organ

a)     Perubahan pola urinary

b)     Perubahan kualitas dan kuantitas urine

c)     Perubahan struktur dan fungsi integritas organ

3)     Perubahan pola keringat

a)     Keringat berkurang

b)     Keringat meningkat

4)     Perasaan dan emosi yang mempengaruhi

a)     Ketidaknyamanan atau nyeri

b)     Kecemasan atau ansietas akibat gangguan

5)     Tingkah laku selama perawatan

a)     Pergerakan yang sulit

b)     Tidak nyaman atau nyeri pada saat pergerakan

6)     Lingkungan

a)     Jamban

b)     Sanitari lingkungan

c)     Privasi pada saat BAB dan BAK

d)     Berbeda setiap individu

f.      Aktivitas dan istirahat

1)     Tingkat aktivitas sehari-hari

a)     Pola aktivitas sehari-hari

b)     jenis,frekuensi dan lamanya latihan fisik

2)     Tingkat kelelahan

a)     Aktivitas yang membuat lelah

b)     Riwayat sesak nafas

3)     Gangguan pergerakan

a)     Penyebab gangguan pergerakan

b)     Tanda dan gejala

c)     Efek dan gangguan pergerakan

4)     Pemeriksaan fisik

a)     Tingkat kesadaran

b)     Postur atau bentuk tubuh.

c)     Ekstremitas

g.     Keselamatan dan keamanan

1)     Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi pasien seperti adanya perubahan perilaku pasien karena gangguan sensori komunikasi

a)     Halusinasi

b)     Gangguan proses pikir

c)     Kelesuan

d)     Ilusi

e)     Kebosanan dan tidak bergairah

f)      Perasaan terasing

g)     Kurangnya konsentrasi

h)     Kurangnya koordinasi dan keseimbangan

2)     Faktor resiko yang berhubungan dengan keadaan pasien

a)     Kesadaran menurun

b)     Kelemahan fisik

c)     Imobillisasi

d)     Penggunaan alat bantu

 

 

 

J.       Diagnosa Keperawatan

Setelah menggunakan pengkajian Teori dorothea orem penegakan diagnosa mengacu pada diagnosa keperawatan yang aktual, resiko tinggi dan kemungkinan. Teori Orem masih lebih berfokus pada masalah fisiologis, namun diagnosa dapat dikembangkan ke masalah lain sesuai kebutuhan dasar. Diagnosa Ibu :

1.     Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).

2.     Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan (D.0074).

3.     Kesiapan persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat (D.0070).

4.     Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal (D.0080).

5.     Risiko infeksi d.d Ketuban pecah sebelum waktunya (D.0142).

6.     Defisit pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber informasi (D.0111).

Diagnosa Bayi :

1.     Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001).

2.     Pola nafas tidak efektif b.d sindrom ventilasi (D.0005).

3.     Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah (D.0131).

4.     Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0032).

 

K.     Intervensi Keperawatan

Diberikan jika kemampuan merawat diri pada klien berkurang dari yang dibutuhkan untuk memenuhi self care yang sebenarnya sudah diketahui. Berikut intervensi yang dapat dilakukan sesuai standar intervensi keperawatan Indonesia (Tim Pokja Sdki DPP PPNI, 2018).

Intervensi ibu

1.     Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan tingkat nyeri dapat   menurun (L.08066).

Kriteria Hasil :

a. Keluhan nyeri menurun

b.Meringis menurun

c. Gelisah menurun

d.Kesulitan tidur menurun

Rencana tindakan (I.03121) :

a. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi,kualitas, intensitas nyeri

b.Identifikasi skala nyeri

c. Identifikasi respons nyeri non verbal

d.Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Edukasi

b.Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi

c. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2.     Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status kenyamanan pasien meningkat(L.08064).

Kriteria Hasil :

a. Keluhan tidak nyaman menurun

b.Gelisah menurun

Rencana tindakan I.14561 :

Observasi :

a. Monitor tanda tanda vital

b.Timbang berat badan

Terapeutik :

a. Pertahankan postur tubuh yang benar

b.Lakukan perawatan kebersihan gigi dan mulut secara teratur

c. Jaga kebersihan vulva dan vagina

Edukasi :

a. Anjurkan menghindari kelelahan

b.Ajarkan teknik relaksasi

Kolaborasi  :

Kolaborasi pemeriksaan labolatorium

3.     Kesiapan persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status antepartum pasien membaik(L.07059).

Kriteria hasil :

a.    Nausea menurun

b.   Muntah

c.    Tekanan darah membaik

Rencana tindakan I.12437 :

Observasi :

Identivikasi tingkat pengetahuan pasien

Terapeutik

a. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan

b.Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

c. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :

a. Jelaskan metode persalinan yang ibu inginkan

b.Anjurkan ibu cukup nutrisi

c. Anjurkan ibu mengenali bahaya persalinan

4.     Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status tingkat ansietas pasien menurun(L.09093).

Kriteria hasil :

a.     Prilaku gelisah menurun

b.    Pola tidur membaik

Rencana tindakan I.09314

Observasi :

a.    Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

b.   Monitor tanda tanda ansietas

Terapeutik :

a.    Pahami situasi yang membuat ansietas

b.   Dengarkan dengan penuh perhatian

c.    Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Edukasi :

a.    Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

b.   Latih teknik relaksasi

c.    Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu

5.     Risiko infeksi d.d ketuban pecah sebelum waktunya

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status tingkat infeksi pasien menurun(L.14137).

Kriteria hasil :

a.       Demam menurun

b.       Nyeri menurun

c.       Kadar sel darah putih membaik

Rencana tindakan I.14539:

Observasi :

Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Terapeutik  :

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

Edukasi :

1)     Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2)     Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

 

 

6.     Defisit Pengetahuan b.d Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan tingkat pengetahuan pasien meningkat (L.12111).

Kriteria hasil :

a.      Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang satu topic meningkat

b.      Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik

Rencana tindakan I.12383 :

Observasi :

Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima Informasi

Terapeutik :

a.      Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

b.     Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

Edukasi :

Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

Intervensi bayi :

Bersihkan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan bersihan jalan nafas pasien meningkat(L.01001)

Kriteria hasil :

a.      Produksi sputum menurun

b.     Frekuensi nafas membaik

c.      Pola nafas membaik

Rencana tindakan I.01011

Observasi :

a.      Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas

b.     Monitor bunyi nafas tambahan

c.      Monitor sputum Terapeutik 1) Berikan oksigen bila perlu

 

Edukasi :

Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu

7.     Pola nafas tidak efektif b.d Sindrom hipoventilasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan pola nafas pasien membaik(L.01004).

Kriteria hasil :

a.      Dipsnea menurun

b.     Frekuensi nafas membaik

c.      Kedalaman nafas membaik

Rencana tindakan I.01011 :

Observasi :

a.      Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

b.     Monitor bunyi nafas tambahan 3) Monitor sputum

Terapeutik:

Berikan oksigen bila perlu

Edukasi :

Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu

8.     Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan termoregulasi pasien   membaik(L.14134).

Kriteria hasil :

a.      Menggigil menurun

b.     Suhu tubuh membaik

c.      Suhu kulit membaik Rencana tindakan I.14507

 

Observasi :

a.      Monitor suhu tubuh

b.     Identifikasi penyebab hipotermi

Terapeutik :

a.      Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan, incubator)

b.     Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala, pakaian tebal)

c.      Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, botol hangat, selimut   hangat, perawatan metode kangguru)

Edukasi :

Anjurkan makan atau minum hangat

 

9.     Risiko defisit nutrisi d.d Ketidakmampuan mencerna makanan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam diharapkan status nutrisi pasien membaik(L.03030).

Kriteria hasil :

a.      Berat badan membaik

b.     Indeks massa tubuh / IMT membaik Rencana tindakan I.03119 :

Observasi :

Monitor berat badan

 

L.  Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini dilaksanakan sesuai intervensi keperawatan yang sudah dibuat, setiap implementasi, akan ada respon hasil dari pasien setiap harinya. keperawatan ini dilakukan dengan tujuan pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Self care) dengan penyakit yang ia alami sehingga pasien mencapai derajat kesembuhan yang optimal dan efektif

 

M.    Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien atas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah tujuan asuhan keperawatan tercapai atau belum.

 

 BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada  klien dengan Post partum dengan ketuban pecah dini peneliti dapat  mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1.     Mahasiswa mampu melakukan pengkajian  asuhan keperawatan pasien. Pengkajian menggunakan format pengkajian menurut konsep teori self care Orem.

2.     Pada pasien diagnosa keperawatan sudah mengunakan SDKI dan sesuai dengan teori.

3.     Perencanaan yang digunakan pada pasien tidak menggunakan SIKI dan SLKI.

4.     Implementasi keperawatan  di laksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat, sesuai dengan kebutuhan pasien dengan ketuban pecah dini.

5.     Hasil evaluasi yang dilakukan mahasiswa pada pasien masalah tersebut telah teratasi.

 

B.    Saran

1.     Bagi mahasiswa

Hasil  yang  diharapkan dapat menjadi acuan dan menjadi bahan pembanding selanjutnya dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ketuban Pecah Dini.

2.     Bagi pasien

Asuhan keperawatan pasien dengan ketuban pecah dini di harapkan dapat menjadi  bahan informasi bagi perawat maupun pihak rumah sakit untuk dapat  menjadi acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan komprehensif.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Manuaba, I.B.G. 2013. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.

Bulecchek. G. 2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC). Edisi Keenam Elsivers. Singapura

Moorhead. S. 2013. Nursing Outcome Clasification (NOC). Edisi Kelima. Elsivers. Singapura

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Devinisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 , Jakarta : DPP PPNI

Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.

Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar