PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ketuban pecah dini (KPD)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi
pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm
atau preterm premature rupture
of membranes (PPROM).
Kejadian KPD yang tidak segera ditangani
dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas
pada ibu dan janin (Martaadisoebrata D., 2013). Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2014 adalah sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup yang mana angka tersebut belum
memenuhi target RPJMN sebesar 306 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2014; Kemenkes RI 2015), sedangkan pada kematian neonatus,KPD
menjadi faktor risiko dengan presentase sebesar
17,9% (Achadi dan Jones 2014). Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia tahun 2012 ada sebanyak 19
kematian per 1000 kelahiran hidup, angka ini
sama dengan AKN berdasarkan SDKI 2007 yang mana hanya menurun 1 poin dibandingkan SDKI tahun 2002-2003
(Kemenkes RI 2016).
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas
maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang
berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan
berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan prematur dengan
potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum
terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika
Serikat4.
Pada
praktiknya manajemen KPD
saat
ini
sangat
bervariasi. Manajemen bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan
dan penilaian risiko relatif
persalinan preterm versus manajemen ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan bertambah
pemahaman mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman
dalam praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm,
seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa,
dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena
masih banyaknya variasi
mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm.
Dengan adanya pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun konsensus maka diharapkan luaran
persalinan yang lebih baik.
B.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Berkontribusi
dalam penurunan morbilitas dan mortalitas akibar ketuban pecah dini.
2. Tujuan
Khusus
a. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah
(scientific evidence) untuk membantu
para praktisi dalam melakukan diagnosis, evaluasi dan tatalaksana KPD aterm dan PPROM.
b. Memberi rekomendasi bagi rumah sakit/penentu kebijakan untuk penyusunan protokol setempat atau Panduan
Praktik Klinis (PPK), dengan melakukan adaptasi
terhadap Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) ini.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai
kebocoran spontan cairan dari kantung
amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu.
Kejadian KPD dapat
terjadi sebelum atau sesudah masa kehamilan 40 minggu.11 Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi pada kehamilan preterm
atau kehamilan kurang bulan terjadi
sebelum minggu ke-37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan
terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan.
Pada KPD kehamilan preterm dan KPD kehamilan aterm
kemudian dibagi menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua belas jam setelah
pecah ketuban dan KPD berkepanjangan yang terjadi dua belas jam atau lebih
setelah pecah ketuban.12
Ketuban pecah dini adalah keadaan
pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila
ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur.
Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil
aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).
B.
Penyebab
/ Faktor Predisposisi
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah
dini antara lain :
1. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri
dimana kanalis servikalis selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus
yang berlebihan, misalnya
pada kehamilan ganda
dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban diatas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara
mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin
C rendah, kelainan
genetic.
4. Masa interval
sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi disebut fase
laten
a. Makin panjang
fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
b. Makin muda kehamilan, makin
sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin
c. Komplikasi ketuban
pecah dini makin meningkat
5. Kelainan
letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang, karena tidak ada bagan terendah
yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
6. Infeksi,
yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
7. Trauma yang didapat
misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
C.
Klasifikasi
1. Ketuban
pecah premature
Kondisi dimana ketuban pecah sebelum waktunya
persalinan dimulai. Kondisi ini dapt ter jadi baik sebelum janin matang dalam
kandungan (sebelum minggu ke 37 masa kehamilan), maupun setelah janin matang.
2. Ketuban
pecah premature pada preterm
Ketuban pecah secara spontan sebelim usia kehamilan 37
minggu dan sebelum persalinan, terjadi pada 3% kehamilan dan sepertiga dari kehamilan premature.
D.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban
pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut:
1. Selaput ketuban
tidak kuat sebagai
akibat kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan
serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan
air ketuban.
2. Kolagen
terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput
korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara
ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi
intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding
uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin
juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi
fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik
atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi (Prawirohardjo (2010).
E.
Manifestasi
Klinis Ketuban Pecah Dini
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban
pecah dini, antara
lain:
1. Pembukaan prematur
servik
2. Membran terkait
dengan terjadinya pembukaan:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis
dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan
ikat yang menyangga membrane ketuban makin berkurang
d. Melemahnya
daya tangan ketuban dipercepat dengan mengeluarkan enzim treteolitik dan
kolagenase.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium
a. Mengecek warna, konsentrasi bau dan pH cairan. Pengukuran pH cairan dilakukan
dengan cara menggunakan kertas lakmus (Nitrazin Test). Bila ada cairan ketuban
maka kertas lakmus akan berubah dari warna merah
menjadi warna biru. Selama kehamilan pH normal vagina yaitu 4,5-6
sedangkan pH cairan amnion 7,1- 7,3.
b. Mikroskopik (tes pakis), dilakukan dengan cara meneteskan
air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan USG, dilakukan
untuk mengetahui jumlah cairan ketuban
serta mengkonfirmasi adanya oligohidramnion. Normal volume cairan
ketuban antara 250-1200
cc.
G.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan yang dilakukan sebagai langkah untuk
penilaian awal pada ibu hamil dan janin yaitu :
a. Memastikan diagnosis
b. Menentukan usia kehamilan
c. Evaluasi infeksi maternal
atau janin, pertimbangkan apakah butuh antibiotik
atau tidak terutama
jika ketuban pecah sudah lama
d. Dalam kondisi inpartu,
apakah ada gawat janin atau tidak (Tanto,
2014).
2. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan
(Sujiyatini, 2009); (Norma,
2013); (Khumaira, 2012) :
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan
aterm (>37 minggu)
Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya
paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti
dengan sepsis pada janin merupakan penyebab meningginya morbiditas
dan mortalitas janin. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaksis bertujuan untuk pencegahan terhadap
chorioamnionitis. Waktu pemberian
antibiotik segera setelah
diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan :
1)
Tujuan
profilaksis untuk mencegah
infeksi
2)
Jika KPD lebih dari 6 jam infeksi
akan terjadi
3)
Sementara
proses persalinan umumnya berlangsung selama 6 jam
4)
Beberapa penulis
menyarankan untuk dilakukan
induksi persalinan segera atau
ditunggu sampai 6-8 jam setelah ketuban pecah dengan
alasan pasien akan inpartu dengan
sendirinya.
b.
Infeksi janin pada
kehamilan cukup bulan berhubungan langsung dengan
lama selaput ketuban atau lamanya periode laten. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm
tanpa ada tanda infeksi yaitu :
1)
Penatalaksanaanya bersifat
konservatif disertai pemberian
antibiotik sebagai profilaksis.
2)
Penderita dirawat
dirumah sakit
3)
Diposisikan
trandelenberg
4)
Tidak dilakukan VT
untuk mencegah infeksi
H.
Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Ketuban Pevah
Dini
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep
diterapkan dalam praktik keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan
saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Tahap- tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual
problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nur Salam,
2013).
Asuhan keperawatan pada pengkajian ini memakai model
keperawatan Dorothea E Orem menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana
klien dapat memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.
Pengkajian Dorothea E Orem difokuskan pada : Universal Self Care Requisite,
Developmental Self Care Requisite, Health Deviation Self Care, Nursing System
dan Nursing Agency, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi
dan Evaluasi.
I.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, social dan spiritual. Kemampuan perawat yang diharapkan dalam
melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran/tilik diri, kemampuan
mengobservasi dengan akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan senantiasa
mampu 45 berespon secara efektif. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah
mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien Aplikasi pengkajian yaitu :
1.
Pengkajian
data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status perkembangan, orientasi
sosio-kultural, riwayat diagnostik dan pengobatan, faktor sistem keluarga);
Pola hidup; Faktor lingkungan
2.
Observasi
status kesehatan klien Untuk menemukan masalah keperawatan berdasarkan
self-care defisit, maka perawat perlu melakukan pengkajian kepada klien melalui
observasi berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang terdiri
dari Minimal Care, Partial Care, Total Care
3.
Pengembangan
masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan oksigen, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit,, gangguan mengunyah, gangguan menelan, pemenuhan
kebutuhan eliminasi /pergerakan bowel, urinary, excrements, menstruasi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat. Secara rinci pengembangan teori
dengan masalah fisiologis adalah sebagai berikut :
a.
Pemenuhan
kebutuhan Oksigen/Udara
1)
Saluaran
Pernafasan
a)
Sumbatan
pada saluran pernafasan oleh benda asing.
b) Kelaianan pada saluran pernafasan daaan peningkatan
resistensi jalan pernafasan.
2)
Pengembanagan
kapasitas vital paru
a)
Restraksi
paru
b) Penurunan pengembangan paru
c)
Perubahan
jaringan paru terhadap pemenuhan kapasitas vital paru
d) Keterbatasan ekspansi dada
e)
Pengaruh
muskuler dan neuro terhadap pengembangan paru
3) Ventilasi
alveolar optimal
a)
Alveoli
yang terganggu
b)
Penurunan
jumlah alveolus
c)
Kehilangan
alveolus dan kapiler pulmonal
4) Mempertahankan
keseimbangan gas diantara alveolus dan paru
a)
Hipoventilasi
elveolar
b)
Penebalan
alveolar dan membran kapiler
c)
Rendahnya
aliran darah paru terhadap ventilasi
d)
Penurunan
kapasitas oksigen
5)
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap saraf sentral
a)
Aktifitas
ritme otomatis di medula oblongata
b)
Reseptor
regulasi kimia (kemoreseptor)
6)
Terhentinya
pernafasan sementara
a)
Kekejangan
umum
b)
Tangis
anak-anak
7)
Tidak
ada respirasi
a)
Apneu
yang muncul pada bayi normal
b)
Apneu
dengan pasien preterm
c)
Apneu
pada 24 jam pertama
d)
Apneu
pada penyakit kardiorespiratori
e)
Apneu
akibat gangguan metabolic
8)
Distres
respiratori
a)
Ansietas
b)
Histeria
dan gangguan emosional
c)
Patologi
pada jantung dan paru
d)
Pernafasan
periodik pada bayi preterm
e)
Dispneu
dan sianosis pada bayi baru lahir
9)
Penurunan
respiratory rate dan kapasitas vital
a)
Kakeksia
b)
Malnutrisi
10) Peningkatan kerja pernafasan
Injury
b.
Pemenuhan
kebutuhan air/cairan dan makanan/nutrisi
1)
Keadaan
yang berkaitan dengan kebutuhan cairan
a)
Kemampuan
/ ketidak mampuan
b)
Kegagalan
mengkomunikasikan kebutuhannya
c)
Kondisi
pemasukan / input asupan nutrisi
2)
Jenis
makanan dan cairan yang tidak disukai dan mempengaruhi
a)
Yang
berbeda dengan kebiasaan
b)
Yang
berbeda dari standar
c)
Yang
bnertentangan dengan kondisi individu.
c.
Kondisi
internal dan eksternal pemasukan makanan dan cairan
1)
Hal-hal
yang perlu diperhatikan
a)
Kondisi
fisik
b)
Stimulasi
fisik
c)
Perilaku
yang tidak biasa
d)
Kondisi
lingkungan yang mempengaruhi asupan
2)
Manfaat
asupan cairan makanan
d.
Kondisi
natural terkait dengan asupan cairan dan makanan ke dalam mulut
1)
Status
/ tingkat perkembangan
2)
Abnormalitas
pada mulut dan wajah
3)
Obstruksi-inflamasi
dan lesi pada mulut
4)
Pengeluaran
sekresi dari mulut dan hidung
5)
Kesulitan
untuk membuka dan menutup mulut
6)
Prosedur
pembedahan pada mulut, rahang dan lidah yang mempengaruhi pemasukan cairan dan
nutrisi
7)
Pertukaran
jaringan lunak di mulut
a)
Efek
dari kekurangan nutrisi dan adanya pembatasan asupan
b)
Atropi
mukosa mulut pada orang tua sehingga kemampuan merasakan menurun dan adanya
sensasi terbakar pada mulut
8)
Posisi
tubuh yang terganggu pada saat makan dan minum tidak mampu membuka mulut
9)
Kondisi
gangguan mengunyah
a)
Kondisi
gigi dan rahang
b)
Kondisi
otot untuk mengunyah
c)
Nyeri
saat mengunyah akibat lesi pada jaringan lunak dan tulang
d)
Berurangnya
jumlah saliva
e)
Kebiasaan
tidak mengunyah makanan
10) Kondisi dan keadaan gangguan mengunyah
a)
Kondisi
yang berhubungan dengan berkurangnya jumlah saliva : Berkurangnya atau
tertahannya sekresi saliva, Adanya peradangan, tumor atau gangguan pada
kelenjar yang memproduksi saliva.
b)
Kondisi
otot lidah dan pipi / wajah yang terganggu
c)
Kurang
dalam mengunyah makanan 3. Pemenuhan
kebutuhan eliminasi dan ekskresi
e.
Pemenuhan
kebutuhan eliminasi dan ekskresi
1) Perubahan pergerakan bowel dan feces
a)
Konstipasi-diare
b)
Perubahan
kepadatan, warna dan karakteristik faeces
c)
Perubahan
intregitas bowel, fungsi, dan perubahan struktur
2)
Perubahan
pola urinary, urin dan integritas organ
a)
Perubahan
pola urinary
b)
Perubahan
kualitas dan kuantitas urine
c)
Perubahan
struktur dan fungsi integritas organ
3)
Perubahan
pola keringat
a)
Keringat
berkurang
b)
Keringat
meningkat
4)
Perasaan
dan emosi yang mempengaruhi
a)
Ketidaknyamanan
atau nyeri
b)
Kecemasan
atau ansietas akibat gangguan
5)
Tingkah
laku selama perawatan
a)
Pergerakan
yang sulit
b)
Tidak
nyaman atau nyeri pada saat pergerakan
6)
Lingkungan
a)
Jamban
b)
Sanitari
lingkungan
c)
Privasi
pada saat BAB dan BAK
d)
Berbeda
setiap individu
f.
Aktivitas
dan istirahat
1)
Tingkat
aktivitas sehari-hari
a)
Pola
aktivitas sehari-hari
b) jenis,frekuensi dan lamanya latihan fisik
2)
Tingkat
kelelahan
a)
Aktivitas
yang membuat lelah
b)
Riwayat
sesak nafas
3)
Gangguan
pergerakan
a)
Penyebab
gangguan pergerakan
b)
Tanda
dan gejala
c)
Efek
dan gangguan pergerakan
4)
Pemeriksaan
fisik
a)
Tingkat
kesadaran
b)
Postur
atau bentuk tubuh.
c)
Ekstremitas
g.
Keselamatan
dan keamanan
1)
Faktor-faktor
yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi pasien seperti adanya
perubahan perilaku pasien karena gangguan sensori komunikasi
a)
Halusinasi
b)
Gangguan
proses pikir
c)
Kelesuan
d)
Ilusi
e)
Kebosanan
dan tidak bergairah
f)
Perasaan
terasing
g)
Kurangnya
konsentrasi
h)
Kurangnya
koordinasi dan keseimbangan
2)
Faktor
resiko yang berhubungan dengan keadaan pasien
a)
Kesadaran
menurun
b)
Kelemahan
fisik
c)
Imobillisasi
d)
Penggunaan
alat bantu
J. Diagnosa
Keperawatan
Setelah
menggunakan pengkajian Teori dorothea orem penegakan diagnosa mengacu pada
diagnosa keperawatan yang aktual, resiko tinggi dan kemungkinan. Teori Orem
masih lebih berfokus pada masalah fisiologis, namun diagnosa dapat dikembangkan
ke masalah lain sesuai kebutuhan dasar. Diagnosa Ibu :
1.
Nyeri
akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).
2.
Gangguan
rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan (D.0074).
3.
Kesiapan
persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat (D.0070).
4.
Ansietas
b.d kondisi kehamilan perinatal (D.0080).
5.
Risiko
infeksi d.d Ketuban pecah sebelum waktunya (D.0142).
6.
Defisit
pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber informasi (D.0111).
Diagnosa Bayi :
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas (D.0001).
2.
Pola
nafas tidak efektif b.d sindrom ventilasi (D.0005).
3.
Hipotermia
b.d terpapar suhu lingkungan rendah (D.0131).
4.
Risiko
defisit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0032).
K.
Intervensi Keperawatan
Diberikan jika kemampuan merawat diri pada klien
berkurang dari yang dibutuhkan untuk memenuhi self care yang sebenarnya sudah
diketahui. Berikut intervensi yang dapat dilakukan sesuai standar intervensi
keperawatan Indonesia (Tim Pokja Sdki DPP PPNI, 2018).
Intervensi
ibu
1.
Nyeri
akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan tingkat nyeri dapat menurun
(L.08066).
Kriteria Hasil :
a. Keluhan nyeri menurun
b.Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d.Kesulitan tidur menurun
Rencana tindakan (I.03121) :
a. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
b.Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d.Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri Edukasi
b.Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi
c. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2.
Gangguan
rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status kenyamanan pasien meningkat(L.08064).
Kriteria Hasil :
a. Keluhan tidak nyaman menurun
b.Gelisah menurun
Rencana tindakan I.14561 :
Observasi :
a. Monitor tanda tanda vital
b.Timbang berat badan
Terapeutik :
a. Pertahankan postur tubuh yang benar
b.Lakukan perawatan kebersihan gigi dan mulut secara
teratur
c. Jaga kebersihan vulva dan vagina
Edukasi :
a. Anjurkan menghindari kelelahan
b.Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasi :
Kolaborasi pemeriksaan labolatorium
3.
Kesiapan
persalinan b.d status kesehatan ibu dan janin sehat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status antepartum pasien membaik(L.07059).
Kriteria hasil :
a.
Nausea
menurun
b.
Muntah
c.
Tekanan
darah membaik
Rencana tindakan I.12437 :
Observasi :
Identivikasi tingkat pengetahuan pasien
Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pendidikan Kesehatan
b.Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
a. Jelaskan metode persalinan yang ibu inginkan
b.Anjurkan ibu cukup nutrisi
c. Anjurkan ibu mengenali bahaya persalinan
4.
Ansietas
b.d kondisi kehamilan perinatal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status tingkat ansietas pasien menurun(L.09093).
Kriteria hasil :
a.
Prilaku
gelisah menurun
b.
Pola
tidur membaik
Rencana tindakan I.09314
Observasi :
a.
Identifikasi
saat tingkat ansietas berubah
b.
Monitor
tanda tanda ansietas
Terapeutik :
a.
Pahami
situasi yang membuat ansietas
b.
Dengarkan
dengan penuh perhatian
c.
Gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
:
a.
Anjurkan
keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
b.
Latih
teknik relaksasi
c.
Kolaborasi
:
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu
5.
Risiko
infeksi d.d ketuban pecah sebelum waktunya
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status tingkat infeksi pasien menurun(L.14137).
Kriteria hasil :
a.
Demam
menurun
b.
Nyeri
menurun
c.
Kadar
sel darah putih membaik
Rencana tindakan I.14539:
Observasi :
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik :
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi :
1)
Jelaskan
tanda dan gejala infeksi
2)
Ajarkan
cara mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
6.
Defisit
Pengetahuan b.d Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan tingkat pengetahuan pasien meningkat (L.12111).
Kriteria hasil :
a.
Kemampuan
menjelaskan pengetahuan tentang satu topic meningkat
b.
Kemampuan
menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik
Rencana tindakan I.12383 :
Observasi :
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima Informasi
Terapeutik :
a.
Sediakan
materi dan media pendidikan kesehatan
b.
Jadwalkan
pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi :
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Intervensi bayi :
Bersihkan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi
jalan nafas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan bersihan jalan nafas pasien meningkat(L.01001)
Kriteria hasil :
a.
Produksi
sputum menurun
b.
Frekuensi
nafas membaik
c.
Pola
nafas membaik
Rencana tindakan I.01011
Observasi :
a.
Monitor
pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas
b.
Monitor
bunyi nafas tambahan
c.
Monitor
sputum Terapeutik 1) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi :
Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
7.
Pola
nafas tidak efektif b.d Sindrom hipoventilasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan pola nafas pasien membaik(L.01004).
Kriteria hasil :
a.
Dipsnea
menurun
b.
Frekuensi
nafas membaik
c.
Kedalaman
nafas membaik
Rencana tindakan I.01011 :
Observasi :
a.
Monitor
pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b.
Monitor
bunyi nafas tambahan 3) Monitor sputum
Terapeutik:
Berikan oksigen bila perlu
Edukasi :
Anjurkan asupan cairan 15 ml/hari
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
8.
Hipotermia
b.d terpapar suhu lingkungan rendah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan termoregulasi pasien
membaik(L.14134).
Kriteria hasil :
a.
Menggigil
menurun
b.
Suhu
tubuh membaik
c.
Suhu
kulit membaik Rencana tindakan I.14507
Observasi :
a.
Monitor
suhu tubuh
b.
Identifikasi
penyebab hipotermi
Terapeutik :
a.
Sediakan
lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan, incubator)
b.
Lakukan
penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala, pakaian tebal)
c.
Lakukan
penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
Edukasi :
Anjurkan makan atau minum hangat
9.
Risiko
defisit nutrisi d.d Ketidakmampuan mencerna makanan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam
diharapkan status nutrisi pasien membaik(L.03030).
Kriteria hasil :
a.
Berat
badan membaik
b.
Indeks
massa tubuh / IMT membaik Rencana tindakan I.03119 :
Observasi :
Monitor berat badan
L.
Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini
dilaksanakan sesuai intervensi keperawatan yang sudah dibuat, setiap
implementasi, akan ada respon hasil dari pasien setiap harinya. keperawatan ini
dilakukan dengan tujuan pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
(Self care) dengan penyakit yang ia alami sehingga pasien mencapai derajat
kesembuhan yang optimal dan efektif
M. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien atas tindakan yang telah
dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah tujuan asuhan keperawatan tercapai
atau belum.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Post partum
dengan ketuban pecah dini peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian asuhan
keperawatan pasien. Pengkajian menggunakan format pengkajian menurut konsep
teori self care Orem.
2. Pada
pasien diagnosa keperawatan sudah mengunakan SDKI dan sesuai dengan teori.
3. Perencanaan
yang digunakan pada pasien tidak menggunakan SIKI dan SLKI.
4. Implementasi
keperawatan di laksanakan sesuai dengan
intervensi yang sudah dibuat, sesuai dengan kebutuhan pasien dengan ketuban
pecah dini.
5. Hasil
evaluasi yang dilakukan mahasiswa pada pasien masalah tersebut telah teratasi.
B.
Saran
1. Bagi
mahasiswa
Hasil yang
diharapkan dapat menjadi acuan dan menjadi bahan pembanding selanjutnya
dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ketuban Pecah Dini.
2. Bagi
pasien
Asuhan
keperawatan pasien dengan ketuban pecah dini di harapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perawat maupun pihak
rumah sakit untuk dapat menjadi acuan
bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan
komprehensif.
DAFTAR
PUSTAKA
Manuaba, I.B.G. 2013.
Buku Ajar Patologi Obstetri.
Jakarta: EGC
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.
Bulecchek. G. 2013. Nursing
Intervensions Clasification (NIC). Edisi Keenam Elsivers. Singapura
Moorhead. S. 2013. Nursing Outcome Clasification (NOC). Edisi Kelima.
Elsivers. Singapura
NANDA International. 2015.
Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC
PPNI (2018). Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia : Devinisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta
DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran
Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 , Jakarta : DPP
PPNI
Saifuddin, Abdul Bari.
2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.
Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar