BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu penyebab kematian utama di
dunia adalah penyakit kanker. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian
8,2 juta orang. Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara
adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya (Kemenkes,
2015) .
Penyakit kanker serviks (cervical cancer) adalah kanker yang
terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus)
dengan liang senggama (vagina) (Purwoastuti, 2015).
Kanker serviks merupakan kanker yang
yang paling sering terjadi pada wanita, sebesar 7,5% dari semua kematian
disebabkan oleh kanker serviks. Diperkirakan lebih dari 270.000 kematian
diakibatkan oleh kanker serviks setiap tahunnya, dan lebih dari 85% terjadi di
negara berkembang (WHO, 2014). Berdasarkan data dari International Agency for Research on Cancer (IARC), 85% kasus
kanker banyak terjadi pada negara berkembang, Indonesia pun tercatat sebagai
salah satu negara berkembang dan menempati urutan nomor 2 penderita kanker
serviks terbanyak setelah Cina (Savitri, 2015).
Secara nasional prevalensi penyakit
kanker pada penduduk semua umur di Indonesia
tahun 2013 sebesar
1.4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Penyakit kanker serviks merupakan
penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia yakni 0,8%, sementara untuk
kanker payudara memiliki prevalensi sebesar 0,5% (Kemenkes, 2018).
Prevalensi kanker serviks merupakan yang
tertinggi di Indonesia yaitu 0,8% atau sekitar 98.692 orang. Hasil dari sampel
tersebut prevalensi kanker serviks tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi
Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki
prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5%. (Riskesdas, 2013).
Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
kanker serviks antara lain infeksi virus human
papilloma virus (HPV), merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada
usia dibawah 18 tahun, berganti- ganti pasangan seksual, pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil
untuk mencegah keguguran, gangguan sistem kekebalan, pemakaian pil KB, infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun, dan golongan ekonomi
lemah (Nurarif, 2016). Menurut Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia tahun
2017, diagnosa keperawatan aktual yang mungkin muncul pada pasien kanker
serviks adalah nyeri kronis, defisit nutrisi, disfungsi seksual dan hipertermia
(PPNI, 2017).
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang
dijelaskan, maka rumusan masalah dalam asuhan keperawatan ini adalah
“Bagaimanakah Pola Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Serviks.
Tujuan
Penulis mampu memberikan dan menerapkan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Serviks khususnya pasien secara
komprehensif.
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan
pengalaman nyata dalam hal:
1.
Mengkaji pasien dengan kanker serviks.
2.
Merumuskan dan menetapkan diagnosis keperawatan pasien dengan
kanker serviks.
3.
Menyusun perencanaan keperawatan yang sesuai dengan masalah
keperawatan pada pasien dengan kanker serviks.
4.
Melakukan implementasi keperawatan yang sesuai dengan perencanaan keperawatan pada pasien
dengan kanker serviks.
5.
Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker
serviks.
Manfaat
Studi kasus ini dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kanker servik.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Ca Serviks
1. Definisi
Kanker serviks merupakan kanker yang
menyerang area serviks atau leher rahim, yaitu area bawah pada rahim yang
menghubungkan rahim dan vagina (Rozi, 2013). Kanker leher rahim atau kanker
serviks (cervical cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus,
suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah
rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)(Purwoastuti, 2015).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan pada sel -
sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu:
a. HPV (Human papilloma virus)
HPV adalah virus penyebab kutil
genetalis (Kandiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV
tipe 16, 18, 45, dan 56.
b. Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
c. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
d. Berganti-ganti pasangan seksual.
e. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks
f. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
g. Gangguan sistem kekebalan
h. Pemakaian Pil KB.
i. Infeksi herpes
genitalis atau infeksi klamidia menahun.
10.
Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap
smear secara rutin). (Nurarif, 2016).
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala
kanker leher rahim adalah sebagai berikut:
1.
Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2.
Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan seksual.
3.
Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4.
Nyeri tulang panggul dan tulang belakang
5.
Nyeri disekitar vagina
6.
Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
7.
Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8.
Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9.
Sakit waktu hubungan seks.
10.
Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan,
berbau dan bercampur dengan darah.
11.
Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12.
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid.
13.
Sering pusing dan sinkope.
14.
Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang
gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.1.4 Klasifikasi
Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan
pemeriksaan pelvic, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk
stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena, (dapat digantikan
dengan foto CT-scan). Untuk kasus stadium lanjut diperlukan pemeriksaan
sistoskopi, protoskopi dan barium enema (Prawirohardjo, 2011).
Tabel 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000
|
Stadium
0 |
Karsinoma
insitu, karsinoma intraepitel |
|
Stadium
I |
Karsinoma
masih terbatas pada daerah serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaikan) |
|
Stadium
I A |
Invasi
kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi yang dapat
dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang superficial
dikelompokkan pada stadium IB |
|
Stadium
I A1 |
Invasi
ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3 mm dan lebar horizontal
tidak lebih 7 mm. |
|
Stadium
I A2 |
Invasi
ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan horizontal
tidak lebih 7 mm. |
|
Stadium
I B |
Lesi
yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih dari
stadium I A2 |
|
Stadium
I B1 |
Lesi
yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar. |
|
Stadium
I B2 |
Lesi
yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar |
|
Stadium
II |
Tumor
telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding panggul atau
sepertiga distal/ bawah vagina |
|
Stadium
II A |
Tanpa
invasi ke parametrium |
|
Stadium
II B |
Sudah
menginvasi ke parametrium |
|
Stadium
III |
Tumor
telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai sepertiga bawah vagina
dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya
ginjal |
|
Stadium
III A |
Tumor
telah meluas ke sepertiga bagian bawah vagina dan tidak menginvasi ke
parametrium tidak sampai dinding panggul |
|
Stadium
III B |
Tumor
telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan hidronefrosis
atau tidak berfungsinya ginjal |
|
Stadium
IV |
Tumor
telah meluas ke luar organ reproduksi |
|
Stadium
IV A |
Tumor
menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/ atau keluar rongga
panggul minor |
|
Stadium
IV B |
Metastasis jauh
penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari
membrane basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh darah/ limfe atau
melekat dengan lesi kanker serviks. |
(Prawirohardjo, 2011)
2.1.5
Patofisiologi
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah
usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah
infeksi Human Paipilloma Virus (HPV)
yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker serviks
adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan
seksual yang meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan skuamokolumnar
merokok (Price, 2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul
pada taut epitel skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan
atau zona tranformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak
normalnya sel progresif yang berakhir sebagai karsinoma servikal invasif.
Displasia servikal dan karsinoma in situ atau High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului
karsinoma invasif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium
masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung
kedalam jaringan para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi
yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal.
Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina,
ligamentum kardinale dan rongga
endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke
bagian tubuh yang jauh (Price, 2012)

2.1.6
Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks
Preinvasive kanker serviks biasanya
tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker
dapat terdeteksi selama prosedur skrining, namun sebagian besar perempuan
memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan pemeriksaan baik melalui test
paps smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian,
bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 %
(42 perempuan) yang melakukan prosedur skrining (Wuriningsih, 2016).
2.1.6.1
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan
pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata
telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%.
Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak
putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada
perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya,
2010).
2.1.6.2
Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode
untuk mendeteksi sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau
serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika
wanita tidak sedang masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah
antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kira- kira
dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau penggunaan pembersih
vagina, karena bahan-bahan ini dapat
menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya, 2010).
2.1.7
Penatalaksanaan Kanker Serviks
2.1.7.1
Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya, 2010) ada berbagai
tindakan klinis yang bisa dipilih untuk mengobati kanker serviks sesuai dengan
tahap perkembangannya masing-masing, yaitu:
2.1.7.1.1 Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0
antara lain:
2.1.7.1.1.1 Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu presedur eksisi
dengan menggunakan arus listrik bertegangan rendah untuk menghilangkan jaringan
abnormal serviks,
2.1.7.1.1.2
Pembedahan Laser,
2.1.7.1.1.3 Konisasi yaitu mengangkat
jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,
2.1.7.1.1.4 Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk menghancurkan sel abnormal atau
mengalami kelainan,
2.1.7.1.1.5 Total histerektomi ( untuk
wanita yang tidak bisa atau tidak menginginkan anak lagi),
2.1.7.1.1.6 Radiasi internal (untuk
wanita yang tidak bisa dengan pembedahan).
2.1.7.1.2 Stadium I A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
2.1.7.1.2.1 Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral
salpingoophorectomy,
2.1.7.1.2.2 Konisasi yaitu mengangkat
jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,
2.1.7.1.2.3 Histerektomi radikal yang
dimodifikasi dan penghilangan kelenjar getah bening,
2.1.7.1.2.4
Terapi radiasi internal.
2.1.7.1.3 Stadium I B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
2.1.7.1.3.1
Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal,
2.1.7.1.3.2 Radikal histerektomi dan
pengangkatan kelenjar getah bening,
2.1.7.1.3.3 Radikal histerektomi dan
pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,
2.1.7.1.3.4
Terapi radiasi dan kemoterapi.
2.1.7.1.4 Stadium II
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
2.1.7.1.4.1 Kombinasi terapi radiasi
internal dan eksternal serta kemoterapi,
2.1.7.1.4.2 Radikal histerektomi dan
pengangkatan kelenjar getah bening, Radikal histerektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,
2.1.7.1.5 Stadium II B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.
2.1.7.1.6 Stadium III
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
2.1.7.1.7 Stadium IV A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi
terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.
2.1.7.1.8 Stadium IV B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
2.1.7.1.8.1 Terapi radiasi sebagai terapi
paliatif untuk mengatasi gejala- gejala yang disebabkan oleh kanker dan untuk
meningkatkan kualitas hidup,
2.1.7.1.8.2
Kemoterapi,
2.1.7.1.8.3 Tindakan klinis dengan
obat-obatan anti kanker baru atau obat kombinasi.
2.1.8 Pengkajian Keperawatan
2.1.8.1
Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status
perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, nama
orangtua dan pekerjaan orangtua.
2.1.8.2
Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan
pasien.
2.1.8.3
Riwayat kesehatan
2.1.8.3.1 Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air dan berbau
(Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya datang
dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
2.1.8.3.2 Riwayat kesehatan sekarang
Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien pada stadium awal
tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium
3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah
melakukan hubungan
seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul.
Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual
muntah berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
2.1.8.3.3 Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat
kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit HIV/AIDS
(Ariani, 2015).
2.1.8.3.4 Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang
paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih berisiko tinggi
terkena kanker dari pada keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya
(Diananda, 2008).
2.1.8.4
Keadaan psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya
serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan
suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien
meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien
yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau
menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).
2.1.8.5
Data khusus
2.1.8.5.1 Riwayat Obstetri dan Ginekologi
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker
serviks yang perlu diketahui adalah:
2.1.8.5.1.1
Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atropi
pada masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi
pendarahan diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker serviks.
2.1.8.5.1.2
Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks terbanyak pada wanita yang
sering partus, semakin sering partus semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
2.1.8.5.2 Aktivitas dan Istirahat Gejala :
2.1.8.5.2.1
Kelemahan atau keletihan akibat anemia.
2.1.8.5.2.2 Perubahan pada pola istirahat
dan kebiasaan tidur pada malam hari.
2.1.8.5.2.3 Adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas dan keringat malam.
2.1.8.5.2.4 Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen
lingkungan dan tingkat stress yang tinggi (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.3 Integritas ego
Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari
pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat,
pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai diagnosis dan perasaan putus asa (Mitayani,
2009).
2.1.8.5.4 Eliminasi
Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi,
urinalis, misalnya nyeri (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.5 Makan dan minum
Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.6 Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.7 Nyeri dan kenyamanan
Gejala : adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan proses penyakit
(Mitayani, 2009).
2.1.8.5.8 Keamanan
Gejala : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen. Tanda :
demam, ruam kulit, ulserasi.
(Mitayani, 2009).
2.1.8.5.9
Seksualitas
Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik,
bau), perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.10
Integritas sosial
Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan
lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).
2.1.8.5.11
Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi,
servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila, 2015). Selain itu
bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi karna biasanya pada pasien kanker
serviks post kemoterapi mengalami anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai
normalnya hemoglobin wanita 12-16 gr/dl (Brunner, 2013).
2.1.8.5.12
Pemeriksaan fisik
2.1.8.5.12.1
Kepala
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok dan mudah tercabut
2.1.8.5.12.2
Wajah
Konjungtiva anemis akibat perdarahan.
2.1.8.5.12.3
Leher
Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium
lanjut.
2.1.8.5.12.4
Abdomen
Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat
tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015).
2.1.8.5.12.5
Ekstermitas
Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki).
2.1.8.5.12.6
Genitalia
Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner, 2013). Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
2.1.9 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI,
kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
(PPNI, 2017)
2.1.9.1 .Nyeri kronis ((D.0078) berhubungan
dengan penekanan saraf
2.1.9.2 .Defisit nutrisi (D.0019)
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
2.1.9.3 Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
.
2.1.9.4 Resiko perdarahan (D.0012) berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia)
2.1.9.5 Resiko infeksi (D.0142)
berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi)
2.1.10
Perencanaan Keperawatan
Penyusunan perencanaan keperawatan
diawali dengan melakukan pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang
dibuat dari tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan juga memuat
kriteria hasil. Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan
berdasarkan SMART,yaitu:
S : Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).
M
: Measurable (dapat diukur, dilihat,
didengar, diraba, dirasakan ataupun dibau).
A : Achievable (dapat dicapai).
R
: Reasonable (dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah). T : Time
(punya batasan waktu yang jelas).
2.1.11 INTERVENSI
Tabel
2.2 Perencanaan Keperawatan
|
|
No Dx Kep |
Diagnosa
Keperawatan (SDKI) |
Luaran (SLKI) |
Intervensi (SIKI) |
|
|
1 |
Nyeri
kronis ( D.0078)b.d penekanan saraf |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam tingkat
nyeri menurun (L.08066),kontrol nyeri meningkat (08063) dengan kriteria
hasil: 1.
Keluhan nyeri menurun 2.
Kesulitan tidur menurun 3.
Frekuensi nadi membaik 4.
Tekanan darah membaik 5.
Pola nafas membaik 6.
Pola tidur membaik 7.
Melaporkan nyeri terkontrol
meningkat 8.
Kemampuan mengunakan tehnik non
farmakologik meningkat 9.
Penggunaan analgetik menurun |
Manajemen nyeri
I.08238 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 1.1
Identifikasi skala nyeri 1.2 Identifikasi respons nyeri nonverbal 1.3 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 1.4
Fasilitasi istirahat dan tidur 1.5
Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri 1.6
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri 1.7
Kolaborasi
pemberian analgetik |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
\
|
|
No Dx Kep |
Diagnosa
Keperawatan (SDKI) |
Luaran (SLKI) |
Intervensi (SIKI) |
|
|
2 |
Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan menelan makanan |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam status nutrisi membaik (L.03030) dengan kriteria hasil 1.
Porsi makan yang dihabiskan
meningkat 2.
Verbalisai keinginn untuk
meningkatkan nutrisi meningkat 3.
Nyeri abdomen menurun 4.
Berat badan membaik 5.
Frekuensi makan membaik 6.
Nafsu makan membaik |
Manajemen Nutrisi
(I.03119) 2.1
Identifikasi status nutrisi 2.2 Identifikasi adanya alergi
atau adanya intoleransi makanan 2.3 Monitor asupan makanan 2.4 Monitor berat badan 2.5 Monitor hasil dari pemeriksaan
laboratorium 2.6
Berikan makanan tinggi protein dan tinggi
kalori 2.7
Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering 2.8
Anjurkan posisi duduk saat makan, jika mampu 2.9
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu |
|
|
3 |
Perfusi perifer
tidak efektif (D.0009)b.d penurunan
konsentrasi hemoglobin |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 perfusi perifer
meningkat (L.02011) dengan kriteria hasil: 1.
Denyut nadi perifer meningkat 2.
Warna kulit puct menurun |
Perawatan Sirkulasi (I.02079) 3.1
Periksa sirkulasi perifer 3.2
Identifikasi faktor resiko gangguan pada sirkulasi 3.3
Monitor adanya panas, kemerahan nyeri atau bengkak ekstermitas 3.4 Catat hasil lab Hb |
|
No |
No Dx Kep |
Diagnosa Keperawatan (SDKI) |
Luaran (SLKI) |
Intervensi (SIKI) |
|||||
|
|
|
|
3.
Nyeri ekstremitas menurun 4.
Pengisian kapiler cukup membaik 5.
Akral cukup membaik 6.
Tekanan darah sistolik cukup
membaik 7.
Tekanan darah diastolik cukup
membaik |
dan Ht 3.5 Lakukan hidrasi 3.6
Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan
pemberian tranfusi darah 3.7
Kolaborasi pemberian tranfusi darah |
|||||
|
|
4 |
Resiko perdarahan (D.0012) b.d gangguan koagulasi (trombositopenia) |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam tingkat perdarahan menurun (L.02017)
dengan kriteria hasil : 1.
Perdarahan vagina menurun 2.
Hemoglobin membaik 3.
Hematokrit membaik 4.
Tekanan darah membaik 5.
Suhu tubuh membaik |
Pencegahan Perdaahan (I.02067) 4.1.Monitor tanda dan gejala perdarahan 4.2.Monitor nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum dan
setelah kehilangan darah 4.3.Monitor tanda- tanda vital ortostatik 4.4.Pertahanka bedest selama perdarahan 4.6.Jelaskan tanda dan gejala perdarahan 4.7.Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan 4.8.Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K 4.9.Anjurkan
segera melapor dokter jika terjadi perdarahan 4.10.Kolaborasi pemberian obat |
|
|||||
|
No |
No Dx Kep (SDKI) |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan dan kriteria hasil |
Intervensi |
|
|
|
|
|
Pengontrol perdarahan 4.11. Kolaborasi pemberian produk
darah |
|
|
5 |
Risiko
infeksi (D.0142) b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(imunosupresi) |
Setelah dilakukan
3X24 jam tingkat infeksi menurun (L.14137) dengan kriteria hasil : 1.
Kebersihan tangan meningkat 2.
Nafsu makan meningkat 3.
Demam menurun 4.
Nyeri menurun 5.
Kadar sel darah putih membaik |
Pencegahan Infeksi
(I.14539) 5.1.Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik 5.2.Cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien 5.3.Jelaskan tanda dan gejala
infeksi 5.4.Jelaskan
cara mencuci tangan dengan benar 5.5.Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 5.6.Kolaborasi pemberian antibiotik |
DAFTAR PUSTAKA
.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Budiono,
dkk. (2015). Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta: Bumi Medika.
Brunner, and S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume
2. Jakarta: EGC.
Endang Purwoastuti, and E. S. M. (2015). Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial
Bagi Kebidanan. Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS.
Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba
Medika.
M.F.Rozi.
(2013). Kiat Mudah Mengatasi Kanker
Serviks. Yogyakarta: Aulia Publishing.
Morita,
D. (2016). Kajian Pengobatan Pasien Kanker Serviks di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. In Proceeding of
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences (Vol. 4, pp. 330-334).
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenkes.
(2015). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Situasi Penyakit Kanker.
Kemenkes.
(2018). Data dan Informasi :Profil
Kesehatan Indonesia 2017. Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.
PPNI. (2017).
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Price, and W. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi
6. Jakarta: EGC.
WHO.
(2014). World Health Organization-Cancer Country Profiles. Who.Int. WHO. (2014). World Health Organization Prevention
Tidak ada komentar:
Posting Komentar