Senin, 17 Oktober 2022

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI DENGAN CA SERVIK

BAB I PENDAHULUAN

 

 Latar Belakang

Salah satu penyebab kematian utama di dunia adalah penyakit kanker. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian 8,2 juta orang. Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya (Kemenkes, 2015) .

Penyakit kanker serviks (cervical cancer) adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina) (Purwoastuti, 2015).

Kanker serviks merupakan kanker yang yang paling sering terjadi pada wanita, sebesar 7,5% dari semua kematian disebabkan oleh kanker serviks. Diperkirakan lebih dari 270.000 kematian diakibatkan oleh kanker serviks setiap tahunnya, dan lebih dari 85% terjadi di negara berkembang (WHO, 2014). Berdasarkan data dari International Agency for Research on Cancer (IARC), 85% kasus kanker banyak terjadi pada negara berkembang, Indonesia pun tercatat sebagai salah satu negara berkembang dan menempati urutan nomor 2 penderita kanker serviks terbanyak setelah Cina (Savitri, 2015).

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1.4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Penyakit kanker serviks merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia yakni 0,8%, sementara untuk kanker payudara memiliki prevalensi sebesar 0,5% (Kemenkes, 2018).

Prevalensi kanker serviks merupakan yang tertinggi di Indonesia yaitu 0,8% atau sekitar 98.692 orang. Hasil dari sampel tersebut prevalensi kanker serviks tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5%. (Riskesdas, 2013).

 Agar kanker serviks dapat ditemukan pada stadium dini serta mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat untuk memberikan kesembuhan dan harapan hidup yang lebih lama, maka perlu adanya tindakan pencegahan dan deteksi dini kanker serviks yang meliputi pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Pap smear. Karena pada umumnya kanker serviks baru menunjukkan gejala setelah tahap kronis dan sulit untuk disembuhkan.

Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks antara lain infeksi virus human papilloma virus (HPV), merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dibawah 18 tahun, berganti- ganti pasangan seksual, pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran, gangguan sistem kekebalan, pemakaian pil KB, infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun, dan golongan ekonomi lemah (Nurarif, 2016). Menurut Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia tahun 2017, diagnosa keperawatan aktual yang mungkin muncul pada pasien kanker serviks adalah nyeri kronis, defisit nutrisi, disfungsi seksual dan hipertermia (PPNI, 2017).

 

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan, maka rumusan masalah dalam asuhan keperawatan ini adalah “Bagaimanakah Pola Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Serviks.

 

Tujuan

Penulis mampu memberikan dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Serviks khususnya pasien secara komprehensif.

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam hal:

1.           Mengkaji pasien dengan kanker serviks.

2.           Merumuskan dan menetapkan diagnosis keperawatan pasien dengan kanker serviks.

3.           Menyusun perencanaan keperawatan yang sesuai dengan masalah keperawatan pada pasien dengan kanker serviks.

4.           Melakukan    implementasi   keperawatan    yang    sesuai dengan perencanaan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks.

5.           Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks.

 

        Manfaat

Studi kasus ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker servik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.  Konsep Ca Serviks

   1. Definisi

Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks atau leher rahim, yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan rahim dan vagina (Rozi, 2013). Kanker leher rahim atau kanker serviks (cervical cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)(Purwoastuti, 2015).

            2.  Etiologi

Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu:

a.  HPV (Human papilloma virus)

HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.

b. Merokok

Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.

c. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.

d. Berganti-ganti pasangan seksual.

e.  Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks

f. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

g.     Gangguan sistem kekebalan

h.    Pemakaian Pil KB.

i.  Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.

10.      Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin). (Nurarif, 2016).

 3. Tanda dan Gejala

Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah sebagai berikut:

1.           Keputihan, makin lama makin berbau busuk.

2.           Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan seksual.

3.           Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.

4.           Nyeri tulang panggul dan tulang belakang

5.           Nyeri disekitar vagina

6.           Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah

7.           Nyeri pada anggota gerak (kaki).

8.           Terjadi pembengkakan pada area kaki.

9.           Sakit waktu hubungan seks.

10.      Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan bercampur dengan darah.

11.      Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.

12.      Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid.

13.      Sering pusing dan sinkope.

14.      Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.


 

2.1.4 Klasifikasi

Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvic, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena, (dapat digantikan dengan foto CT-scan). Untuk kasus stadium lanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi, protoskopi dan barium enema (Prawirohardjo, 2011).

 

Tabel 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

 

Stadium 0

Karsinoma insitu, karsinoma intraepitel

Stadium I

Karsinoma masih terbatas pada daerah serviks (penyebaran ke korpus

uteri diabaikan)

Stadium I A

Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang

superficial dikelompokkan pada stadium IB

Stadium I A1

Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3 mm dan lebar

horizontal tidak lebih 7 mm.

Stadium I A2

Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan

horizontal tidak lebih 7 mm.

Stadium I B

Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi

lebih dari stadium I A2

Stadium I B1

Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.

Stadium I B2

Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar

Stadium II

Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding

panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina

Stadium II A

Tanpa invasi ke parametrium


 

 

Stadium II B

Sudah menginvasi ke parametrium

Stadium III

Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak

berfungsinya ginjal

Stadium III A

Tumor telah meluas ke sepertiga bagian bawah vagina dan tidak

menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul

Stadium III B

Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan

hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal

Stadium IV

Tumor telah meluas ke luar organ reproduksi

Stadium IV A

Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/ atau

keluar rongga panggul minor

Stadium IV B

Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh darah/ limfe atau melekat dengan lesi kanker

serviks.

(Prawirohardjo, 2011)

 

2.1.5       Patofisiologi

Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus (HPV) yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan skuamokolumnar merokok (Price, 2012).

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan atau zona tranformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan  karsinoma  in situ atau High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung kedalam jaringan para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan rongga  endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening  dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh (Price, 2012)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 2.1.6   Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks

Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrining, namun sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan pemeriksaan baik melalui test paps smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian, bahwa dari 171 perempuan yang mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang melakukan prosedur skrining (Wuriningsih, 2016).

2.1.6.1              IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).

2.1.6.2              Tes Pap Smear

Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010).

Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kira- kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya, 2010).

 

2.1.7   Penatalaksanaan Kanker Serviks

2.1.7.1              Penatalaksanaan Medis

Menurut (Wijaya, 2010) ada berbagai tindakan klinis yang bisa dipilih untuk mengobati kanker serviks sesuai dengan tahap perkembangannya masing-masing, yaitu:

2.1.7.1.1  Stadium 0 (Carsinoma in Situ)

Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0 antara lain:

2.1.7.1.1.1  Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu presedur eksisi dengan menggunakan arus listrik bertegangan rendah untuk menghilangkan jaringan abnormal serviks,

2.1.7.1.1.2             Pembedahan Laser,

2.1.7.1.1.3  Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,

2.1.7.1.1.4  Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat  dingin) untuk menghancurkan sel abnormal atau mengalami kelainan,

2.1.7.1.1.5  Total histerektomi ( untuk wanita yang tidak bisa atau tidak menginginkan anak lagi),

2.1.7.1.1.6  Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan pembedahan).


 

2.1.7.1.2  Stadium I A

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:

2.1.7.1.2.1  Total         histerektomi              dengan              atau              tanpa              bilateral salpingoophorectomy,

2.1.7.1.2.2  Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,

2.1.7.1.2.3  Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan penghilangan kelenjar getah bening,

2.1.7.1.2.4             Terapi radiasi internal.

 

2.1.7.1.3  Stadium I B

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:

2.1.7.1.3.1             Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal,

2.1.7.1.3.2  Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening,

2.1.7.1.3.3  Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,

2.1.7.1.3.4             Terapi radiasi dan kemoterapi.

 

2.1.7.1.4  Stadium II

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:

2.1.7.1.4.1  Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal serta kemoterapi,

2.1.7.1.4.2  Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening, Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,

2.1.7.1.5  Stadium II B

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi terapi radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.

2.1.7.1.6  Stadium III

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.

 

2.1.7.1.7  Stadium IV A

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi terapi radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan kemoterapi.

2.1.7.1.8  Stadium IV B

Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:

2.1.7.1.8.1  Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk mengatasi gejala- gejala yang disebabkan oleh kanker dan untuk meningkatkan kualitas hidup,

2.1.7.1.8.2             Kemoterapi,

2.1.7.1.8.3  Tindakan klinis dengan obat-obatan anti kanker baru atau obat kombinasi.

 

2.1.8  Pengkajian Keperawatan

2.1.8.1              Identitas Pasien

Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, nama orangtua dan pekerjaan orangtua.

2.1.8.2              Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.

2.1.8.3              Riwayat kesehatan

2.1.8.3.1  Keluhan utama

Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.

2.1.8.3.2  Riwayat kesehatan sekarang

Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan


 

 

seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.

2.1.8.3.3  Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).

2.1.8.3.4  Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya (Diananda, 2008).

2.1.8.4              Keadaan psikososial

Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).


 

 

2.1.8.5              Data khusus

2.1.8.5.1  Riwayat Obstetri dan Ginekologi

Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker serviks yang perlu diketahui adalah:

2.1.8.5.1.1             Keluhan haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker serviks.

2.1.8.5.1.2             Riwayat kehamilan dan persalinan

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus semakin besar resiko mendapatkan karsinoma serviks (Aspiani, 2017).

2.1.8.5.2       Aktivitas dan Istirahat Gejala :

2.1.8.5.2.1             Kelemahan atau keletihan akibat anemia.

2.1.8.5.2.2  Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari.

2.1.8.5.2.3  Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas dan keringat malam.

2.1.8.5.2.4  Pekerjaan atau     profesi dengan     pemajanan     karsinogen lingkungan dan tingkat stress yang tinggi (Mitayani, 2009).

 

2.1.8.5.3  Integritas ego

Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai diagnosis dan perasaan putus asa (Mitayani, 2009).


 

2.1.8.5.4  Eliminasi

Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis, misalnya nyeri (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.5  Makan dan minum

Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.6  Neurosensori

Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.7  Nyeri dan kenyamanan

Gejala : adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan proses penyakit (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.8  Keamanan

Gejala : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.

(Mitayani, 2009).

2.1.8.5.9       Seksualitas

Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik, bau), perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.10                   Integritas sosial

Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).

2.1.8.5.11                   Pemeriksaan penunjang

Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila, 2015). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi karna biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai normalnya hemoglobin wanita 12-16 gr/dl (Brunner, 2013).

 

 

 

 

 

 

2.1.8.5.12                   Pemeriksaan fisik

2.1.8.5.12.1          Kepala

Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami rambut rontok dan mudah tercabut

2.1.8.5.12.2          Wajah

Konjungtiva anemis akibat perdarahan.

2.1.8.5.12.3          Leher

Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium lanjut.

2.1.8.5.12.4        Abdomen

Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015).

2.1.8.5.12.5          Ekstermitas

Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki).

2.1.8.5.12.6          Genitalia

Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner, 2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami perdarahan pervaginam.

 

2.1.9  Diagnosa Keperawatan

Diagnosis   Keperawatan   yang   mungkin   muncul                    menurut           SDKI, kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagai berikut :

(PPNI, 2017)

2.1.9.1 .Nyeri kronis ((D.0078) berhubungan dengan penekanan saraf

2.1.9.2  .Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

2.1.9.3  Perfusi perifer   tidak    efektif (D.0009)            berhubungan     dengan penurunan konsentrasi hemoglobin

.

2.1.9.4  Resiko perdarahan (D.0012)            berhubungan dengan            gangguan koagulasi (trombositopenia)

2.1.9.5  Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi)

 

2.1.10          Perencanaan Keperawatan

 

Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan berdasarkan SMART,yaitu:

S : Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).

 

M : Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun dibau).

A : Achievable (dapat dicapai).

 

R : Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah). T : Time (punya batasan waktu yang jelas).


 

 

2.1.11    INTERVENSI

 

Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan

 

No Dx

Kep

Diagnosa Keperawatan

(SDKI)

Luaran

(SLKI)

Intervensi

(SIKI)

 

1

Nyeri kronis ( D.0078)b.d penekanan saraf

Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama 3x24 jam tingkat nyeri menurun (L.08066),kontrol nyeri meningkat (08063) dengan kriteria hasil:

 

1.      Keluhan  nyeri menurun

2.      Kesulitan tidur menurun

3.      Frekuensi nadi membaik

4.      Tekanan darah membaik

5.      Pola nafas membaik

6.      Pola tidur membaik

7.      Melaporkan nyeri terkontrol meningkat

8.      Kemampuan mengunakan tehnik non farmakologik meningkat

9.      Penggunaan analgetik menurun

Manajemen        nyeri I.08238

1.1 Identifikasi lokasi,    karakteristik, durasi,       frekuensi, kualitas,        dan intensitas nyeri

1.1 Identifikasi    skala nyeri

1.2 Identifikasi respons nyeri nonverbal

1.3 Kontrol

lingkungan yang memperberat rasa nyeri

1.4 Fasilitasi istirahat dan tidur

1.5 Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri

1.6 Ajarkan       teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

1.7 Kolaborasi pemberian analgetik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


\

 

 

 

No Dx Kep

 

Diagnosa Keperawatan

(SDKI)

Luaran

(SLKI)

Intervensi

(SIKI)

 

2

Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan menelan makanan

Setelah                   dilakukan tindakan  keperawatan selama    3x24                jam status nutrisi membaik (L.03030)  dengan kriteria hasil

1.      Porsi makan yang dihabiskan meningkat

2.      Verbalisai keinginn untuk meningkatkan nutrisi meningkat

3.      Nyeri abdomen menurun

4.      Berat badan membaik

5.      Frekuensi makan membaik

6.      Nafsu makan membaik

Manajemen     Nutrisi (I.03119)

2.1 Identifikasi    status nutrisi

2.2 Identifikasi adanya alergi atau adanya intoleransi makanan

2.3 Monitor       asupan makanan

2.4 Monitor         berat badan

2.5 Monitor hasil dari pemeriksaan laboratorium

2.6 Berikan makanan tinggi protein dan tinggi kalori

2.7 Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering

2.8 Anjurkan posisi duduk saat makan, jika mampu

2.9 Kolaborasi dengan ahli     gizi     untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,     jika perlu

 

3

Perfusi perifer tidak efektif  (D.0009)b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama 3x24 perfusi perifer meningkat (L.02011) dengan kriteria hasil:

1.      Denyut nadi perifer meningkat

2.      Warna kulit puct menurun

 

Perawatan Sirkulasi (I.02079)

3.1   Periksa sirkulasi perifer

3.2   Identifikasi faktor resiko gangguan pada sirkulasi

3.3   Monitor adanya panas, kemerahan nyeri              atau

bengkak ekstermitas

3.4   Catat hasil lab Hb


 

 

 

 

No

No Dx Kep

 

Diagnosa Keperawatan

(SDKI)

Luaran

(SLKI)

Intervensi

(SIKI)

 

 

 

 

3.      Nyeri ekstremitas menurun

4.      Pengisian kapiler cukup membaik

5.      Akral cukup membaik

6.      Tekanan darah sistolik cukup membaik

7.      Tekanan darah diastolik cukup membaik

dan Ht

3.5   Lakukan hidrasi

3.6   Jelaskan kepada pasien  dan keluarga tentang tindakan pemberian tranfusi darah

3.7   Kolaborasi pemberian tranfusi

darah

 

4

Resiko perdarahan 

(D.0012) b.d gangguan koagulasi (trombositopenia)

Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama 3x24 jam tingkat perdarahan menurun (L.02017) dengan kriteria hasil

:

1.      Perdarahan vagina menurun

2.      Hemoglobin membaik

3.      Hematokrit membaik

4.      Tekanan darah membaik

5.      Suhu tubuh membaik

Pencegahan Perdaahan (I.02067)

4.1.Monitor tanda dan    gejala perdarahan

4.2.Monitor         nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum         dan setelah kehilangan darah

4.3.Monitor tanda- tanda vital ortostatik

4.4.Pertahanka

bedest              selama perdarahan

4.6.Jelaskan tanda dan    gejala perdarahan

4.7.Anjurkan menghindari aspirin         atau antikoagulan

4.8.Anjurkan meningkatkan asupan makanan         dan vitamin K

4.9.Anjurkan segera melapor dokter jika terjadi perdarahan

4.10.Kolaborasi

pemberian obat

 


 

 

 

No

No Dx Kep

(SDKI)

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

 

 

 

 

Pengontrol perdarahan

4.11.   Kolaborasi

pemberian produk darah

 

5

Risiko infeksi (D.0142) b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi)

Setelah dilakukan 3X24 jam tingkat infeksi menurun (L.14137) dengan kriteria hasil :

1.    Kebersihan tangan meningkat

2.      Nafsu makan meningkat

3.      Demam menurun

4.      Nyeri menurun

5.      Kadar sel darah putih membaik

 

Pencegahan Infeksi (I.14539)

5.1.Monitor tanda dan         gejala

infeksi  lokal dan sistemik

5.2.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

5.3.Jelaskan tanda dan         gejala infeksi

5.4.Jelaskan cara mencuci tangan dengan benar

5.5.Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

5.6.Kolaborasi

pemberian antibiotik



 

DAFTAR PUSTAKA

 

.

 

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

 

Budiono, dkk. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.

Brunner, and S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume

2. Jakarta: EGC.

 Endang Purwoastuti, and E. S. M. (2015). Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial

Bagi Kebidanan. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.

 

Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika.

 

M.F.Rozi. (2013). Kiat Mudah Mengatasi Kanker Serviks. Yogyakarta: Aulia Publishing.

 

Morita, D. (2016). Kajian Pengobatan Pasien Kanker Serviks di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. In Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences (Vol. 4, pp. 330-334).

 

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi Edisi 10.

Jakarta: EGC.

 

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Kemenkes. (2015). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Situasi Penyakit Kanker.

 

Kemenkes. (2018). Data dan Informasi :Profil Kesehatan Indonesia 2017. Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

 

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

 

Price, and W. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi

6. Jakarta: EGC.

 

WHO. (2014). World Health Organization-Cancer Country Profiles. Who.Int. WHO. (2014). World Health Organization Prevention


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar